JAKARTA – BRICS menjadi kelompok negara paling vokal yang menyerukan devaluasi dolar dalam beberapa tahun terakhir. Namun, kini tampaknya sulit untuk menerapkan rencana tersebut setelah beberapa negara anggota memilih untuk tidak meninggalkan dolar Amerika sepenuhnya.

Selama beberapa dekade, dolar AS (USD) telah mendominasi semua mata uang lainnya. Sejak tahun 1970an, dolar yang mengambang bebas terus berfungsi sebagai mata uang cadangan utama dunia, mendominasi perdagangan dan perbankan internasional.

Obligasi Treasury AS juga terbukti merupakan investasi yang andal dan berisiko rendah. Kedalaman sistem keuangan AS dan ukuran serta keragaman pasar keuangan AS meningkatkan permintaan dolar.

Selain itu, kemudahan pertukaran dolar telah menjaga biaya bisnis tetap rendah. Secara keseluruhan, fakta-fakta ini meyakinkan banyak politisi di seluruh dunia bahwa dolar adalah aset yang dapat diandalkan.

Faktor-faktor ini membuat banyak negara semakin lekat dengan dolar AS. Memang benar, negara-negara BRICS juga mempromosikan devaluasi dolar.

3 alasan BRICS enggan meninggalkan dolar AS1. Ketika ditekan oleh Menteri Luar Negeri AS Subrahmanyam Jaishankar, ia mengatakan bahwa meskipun India mengejar kepentingan perdagangannya, menghindari penggunaan dolar AS bukanlah bagian dari strategi ekonomi India.

Subrahmanyam Jaishankar mengatakan kebijakan AS seringkali mempersulit berbisnis dengan negara lain dan India sedang mencari “solusi” tanpa rencana untuk menjauh dari penggunaan dolar.

Pernyataan Menteri ini disampaikan pada saat mitra dagang terdekat India, seperti Bangladesh, Sri Lanka dan Nepal, menghadapi kekurangan dolar yang parah. Dampaknya adalah berkurangnya kemampuan mereka dalam mengimpor barang-barang kebutuhan pokok.

Baik Bangladesh maupun Sri Lanka telah mengalami pergolakan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir seiring dengan kenaikan tajam dolar AS. Dolar AS pada Juli 2024 juga memberikan banyak tekanan pada pasar valuta asing negara-negara BRICS. Hal ini terjadi pada saat aliansi BRICS memulai kampanye untuk menurunkan dolar guna menghapus dolar AS dari cadangan devisa dunia.

2. Donald Trump akan berkuasa Terpilihnya Donald Trump sebagai presiden baru Amerika Serikat telah menyebabkan banyak negara khawatir akan kebijakan-kebijakan yang berbahaya bagi Amerika Serikat. Sebab presiden Amerika ini tidak akan membiarkan terjadinya dedolarisasi selama dia menjadi pemimpinnya.

Trump bahkan mengatakan akan mengenakan tarif 100% pada impor yang menolak dolar. Hal ini terjadi setelah Rusia dan Tiongkok secara tajam mengurangi penggunaan dolar dalam perdagangan bilateral setelah AS mengeluarkan Rusia dari sistem keuangan internasional “SWIFT” menyusul invasi ke Ukraina.

3. Pembatasan ekspor BRICS Jika BIRCS benar-benar menerapkan kebijakannya, negara-negara anggotanya mungkin akan menghadapi situasi yang sulit karena AS mungkin akan mengambil kebijakan untuk meningkatkan impor dari negara lain.

Industri impor dan ekspor mereka akan terkena dampak pertama dan menderita karena harus membayar lebih banyak pajak. Hal ini mungkin membuat BRICS memikirkan kembali kebijakannya, karena devaluasi hanya akan merugikan perekonomian.

Ini adalah perang dagang yang akan dilakukan Donald Trump terhadap semua musuh seperti Tiongkok dan Rusia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *