LONDON – Sejak kecil kita diajari bahwa dunia terdiri dari Afrika, Antartika, Asia, Oseania, Eropa, Amerika Utara, dan Amerika Selatan, namun penelitian baru menunjukkan bahwa hal tersebut tidak terjadi.

Sebuah penelitian yang diterbitkan tahun ini di Journal of Gondwana Studies menyebutkan bahwa kita hanya memiliki enam benua.

Klaim luar biasa ini merupakan hasil studi cermat terhadap proses geologi di balik pemisahan Eropa dan Amerika Utara, dan bagaimana daratan ini berevolusi seiring berjalannya waktu.

Penulis utama makalah ini, Dr. Jordan Fetin dari Universitas Derby, menjelaskan kepada Earth.com bahwa temuan timnya menunjukkan bahwa “lempeng tektonik Amerika Utara dan Eurasia belum sepenuhnya terpisah, seperti yang diyakini secara umum telah terjadi pada 52 juta tahun yang lalu.” tahun yang lalu.”

Sebaliknya, lempeng-lempeng ini terus meregang dan sedang dalam proses pecah, bukannya menjadi satu kesatuan yang sepenuhnya terpisah.

Dengan kata lain, Amerika Utara dan Eropa dapat dianggap sebagai satu benua, bukan dua benua.

Penelitian tersebut difokuskan pada pulau vulkanik Islandia, yang sebelumnya diketahui terbentuk akibat Punggungan Atlantik Tengah 60 juta tahun lalu.

Batas tektonik ini, yang dibentuk oleh lempeng Amerika Utara dan Eurasia, diyakini menyebabkan munculnya lempeng mantel panas yang membentuk pulau tersebut, catat Earth.com.

Namun, dengan mengkaji secara cermat pergerakan tektonik di benua Afrika, Fetan dan rekan-rekannya menantang teori ini dan menghasilkan ide-ide baru yang radikal.

Mereka berpendapat bahwa Islandia, bersama dengan Greenland Islandia Fares Ridge (GIFR), mengandung fragmen geologi lempeng tektonik Eropa dan Amerika Utara.

Hal ini, kata mereka, menunjukkan bahwa kawasan ini bukanlah bentang alam yang terisolasi seperti yang diperkirakan sebelumnya: kawasan tersebut merupakan bagian yang saling berhubungan dari struktur benua yang lebih besar.

Para ilmuwan bahkan menciptakan istilah “Dataran Tinggi Magmatik Samudera Busuk” (ROMP) untuk menggambarkan fitur geologi baru ini, yang dapat berdampak besar pada pemahaman kita tentang pembentukan dan pecahnya benua di Bumi.

Faktanya, penemuan itu begitu penting sehingga Fethean menyebutnya sebagai ilmu kebumian yang setara dengan penemuan kota Atlantis yang hilang.

Hal ini, katanya, ia dan rekan-rekannya menemukan “pecahan benua yang hilang tenggelam di bawah laut dan lava tipis mengalir sepanjang beberapa kilometer.”

Selain itu, peneliti menemukan kesamaan serupa antara Islandia dan kawasan vulkanik Afar di Afrika.

Jika penelitian mereka akurat, maka benua Eropa dan Amerika Utara sedang dalam proses menjauh, artinya masih terhubung.

Petean mengakui temuan timnya masih diragukan, namun ia menekankan bahwa temuan tersebut didasarkan pada penelitian yang cermat.

“Merupakan hal yang kontroversial untuk menyatakan bahwa terdapat banyak kerak benua di dalam GIFR dan bahwa lempeng tektonik Eropa dan Amerika Utara tidak terpisah secara formal,” katanya, menekankan bahwa penelitian tersebut didasarkan pada hipotesis ini.

Namun, penelitian tersebut masih dalam tahap konseptual, dan tim bertujuan untuk melakukan tes lebih lanjut terhadap batuan vulkanik Islandia untuk mendapatkan bukti yang lebih pasti mengenai kerak benua kuno.

Mereka juga menggunakan simulasi komputer dan pemodelan lempeng tektonik untuk lebih memahami bagaimana ROMP terbentuk.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *