JAKARTA – Kini yang menjadi pusat perhatian adalah nasib guru yang kerap tersangkut persoalan hukum saat menjalankan tugasnya. Komisi X Korea Utara mendukung perlindungan hukum bagi guru.
Bahkan ada anggota komisi yang mengajukan usulan revisi UU No. 14 Tahun 2005 “Bagi Guru”.
Dihubungi pada 11 Mei 2024, Ledia mengatakan: “Oleh karena itu, sebaiknya disahkan undang-undang yang melindungi hak-hak guru. Atau untuk menyempurnakan UU tentang guru dan guru.”
Ledia menilai tidak perlu melalui proses hukum untuk menyelesaikan konflik dengan guru.
“Kalau kita semua tidak memahami filosofi pendidikan, jadi kacau karena kalau bicara hukum dengan hukum jadi rumit daripada mudah,” ujarnya.
Ledia pun mengaku ingin menjadikan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) menjadi undang-undang universal. Dikatakannya, UU Guru dan Pendidik, serta UU Pendidikan Tinggi, bisa dimasukkan ke dalam UU Sistem Pendidikan Nasional.
“Jadi nanti lebih lengkap, harus mencakup perlindungan terhadap guru,” kata Ledia.
Ledia kemudian mencontohkan kasus Supriyan, seorang guru di Sultra yang dihukum karena orang tua siswanya menolak memberikan hukuman kepada anaknya. Menurut dia, kasus ini merupakan bentuk salah tafsir terhadap Undang-Undang Perlindungan Anak.
“Sebenarnya kasus Ibu Supriyani ini merupakan salah tafsir atas perubahan pertama UU Perlindungan Anak 35/2014. Oleh karena itu, meskipun guru tidak boleh melakukan kekerasan fisik, verbal atau lainnya, namun itu adalah kelompok. Kewajiban menghormati guru anak dan orang tua”, kata Ledia.
“Makanya gaya komunikasi antara guru dan siswa berbeda-beda dan orang tua juga tidak sama. Makanya orang tua jangan tiba-tiba menyalahkan guru. Jadi di rumah tidak dilakukan. Jadi semua harus memperbaikinya,” tegasnya.