JAKARTA — Anggota Komisi termasuk kerja sama dengan PT Sinergi Gula Nusantara, Glenmore, Banyuwangi untuk membangun pabrik bioetanol.
“Mengingat ada tujuan untuk menghasilkan biofuel dari Pertamina yaitu bahan bakar nabati (BBN) yang ramah lingkungan, maka hal ini tentu menjadi langkah penting dan perlu dievaluasi,” kata Eddy kepada media hari ini.
Hal ini merupakan langkah penting karena Indonesia saat ini sedang bergerak menuju percepatan transisi energi. Untuk itu, lanjut Eddy, diperlukan segala upaya, termasuk pengembangan bioetanol untuk menggantikan energi fosil. “Jadi, pembangunan pabrik ini merupakan upaya untuk menghasilkan energi ramah lingkungan,” jelasnya.
Menurut Eddy, harapannya pengembangan bioetanol dapat meningkatkan kualitas bahan bakar yang ada saat ini. “Apalagi negara-negara maju umumnya sudah menerapkan Euro-5. Oleh karena itu, pengembangan bioetanol merupakan langkah penting bagi Indonesia untuk menghasilkan bahan bakar ramah lingkungan, lanjutnya.
Di sisi lain, Eddy menilai dukungan pemerintah diperlukan agar program bioetanol bisa menyusul keberhasilan biodiesel. Apalagi jika proses produksi bioetanol menghasilkan bahan bakar yang lebih mahal dibandingkan BBM. “Jika demikian, maka diperlukan dukungan pemerintah berupa subsidi atau kompensasi,” jelas Eddy.
Sebelumnya, pengamat energi Inas Nasrullah Zubir juga memuji upaya PNRE dalam mendukung pengembangan bioetanol. Namun, Inas mengingatkan agar bioetanol tidak hanya mengandalkan tebu sebagai bahan bakunya saja, karena membutuhkan banyak waktu.
Inas memastikan bioetanol bisa diperoleh dari berbagai sumber, termasuk penggunaan tanaman enau sebagai bahan bakunya. Selain itu, lanjutnya, tanaman aren tersebar hampir di seluruh Indonesia dan mudah ditemukan.
“Saya setuju jika Indonesia juga memanfaatkan tanaman aren yang banyak tumbuh di wilayah kita. Pada Konferensi Para Pihak (COP 21) Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke-21 yang diadakan di Paris pada tahun 2015. Hashim (Jojohadikusumo) memposting ini. Pak Hashim juga memproduksi etanol dan sukses melakukan eksperimen dengan pohon palem. “Makanya kita tidak pakai pohon aren ini,” kata Inas.
Terkait peran PNRE, Direktur Utama Energi Baru dan Terbarukan (PNRE) Pertamina John Anis menyatakan pihaknya memiliki rencana pengembangan bioetanol pada tahun 2031 untuk mendukung dekarbonisasi di sektor transportasi. Diperkirakan kebutuhan biofuel bisa mencapai 51 juta liter pada tahun 2034.
Untuk itu, Pertamina NRE saat ini bekerja sama dengan PT Sinergi Gula Nusantara (SGN) membangun pabrik bioetanol berkapasitas produksi 30 ribu kiloliter (KL) per tahun di Banyuwangi, Jawa Timur.
John Anis mengemukakan, Indonesia saat ini masih mengandalkan bahan bakar yang memiliki emisi ramah lingkungan dan masih bertransisi ke bahan bakar karbon.