SINGAPURA – Pelaku penipuan teknologi atau skema “deepham” di Singapura kemungkinan besar mencoba mengacaukan masyarakat Singapura, dengan motivasi mencari uang, kata para ahli.
Seperti dilansir surat kabar Daily Start, menambahkan bahwa menjelang pemilihan umum, penjahat dunia maya mungkin menargetkan politisi dalam serangan mereka.
Para ahli juga memperingatkan bahwa metode serupa yang didukung oleh kecerdasan buatan (AI) dapat digunakan oleh penjahat untuk memberikan ancaman.
Baru-baru ini, Kementerian Informasi dan Pembangunan Digital (MDDI) mengungkapkan bahwa lebih dari 100 pegawai negeri sipil di lebih dari 30 lembaga pemerintah, termasuk menteri kabinet, menerima email palsu.
Isi email tersebut berisi gambar senada wajah korban dan gambar porno yang menunjukkan kemesraannya.
MDDI juga mengatakan dalam pernyataannya bahwa anggota Dewan Legislatif Hong Kong telah menerima email yang sama awal pekan ini.
“Singapura dan Hong Kong adalah dua pulau kecil yang cocok satu sama lain dan masyarakatnya saling percaya.
“Penjahat mungkin memanfaatkan kepercayaan ini dan mencoba memeras uang,” kata Associate Professor Hannah Yee-Fen Lim, pakar hukum dan ilmu komputer di Nanyang Technological University (NTU).
Menurut Muhammad Faizal Abdul Rahman, peneliti di S Rajaratnam School of International Studies (RSIS), partai-partai tersebut mungkin mencoba mengambil keuntungan dari pemilu November tahun depan.
Menurutnya, partai-partai dapat berasumsi bahwa menjelang pemilu, mereka akan memaksa para menteri dan pejabat publik untuk membayar pajak secara ilegal, sekaligus menyelamatkan diri mereka sendiri dan lembaga-lembaga mereka dari kerusakan reputasi dan rasa malu.
Menurut Faizal, kampanye pemerasan email dengan menggunakan gambar-gambar tersebut dapat dianggap sebagai kejahatan lintas batas.
Namun, metode yang sama juga dapat digunakan oleh pelaku yang mempunyai niat baik dan bermotivasi geopolitik atau penjahat dunia maya yang menyebarkan disinformasi politik.
Menurut Benjamin Ang, kepala Pusat Keunggulan Keamanan Nasional di RSIS, pemerasan adalah bentuk kejahatan yang “sangat pribadi”.
“Tidak ada seorang pun yang ingin citranya ada, meski itu palsu,” ujarnya.
Namun kasus-kasus tersebut juga menunjukkan bagaimana aliansi skala besar yang didukung oleh teknologi AI dapat merusak stabilitas sosial Singapura.
Faizal yakin geng tersebut adalah bukti lebih lanjut sejauh mana operasi media jahat memanipulasi gambar menggunakan alat kecerdasan buatan.