Ternyata perlawanan kaum Padri terhadap Belanda bukanlah sikap para pemimpin mereka. Kelompok Badri menentang sikap kelompok Badri yang tegas pada pendiriannya dan tidak menyukai kekerasan jika berhadapan dengan suku.

Akibat perbedaan status ini, kekuasaan Badri pun terpatahkan. Namun saat dihadapkan pada kekuasaan kolonial Belanda, keduanya menunjukkan sikap menantang.

Hal ini terlihat dari sikap Tuangu Nan Garang dan Tuangu Ibrahim, meskipun tidak mudah bekerja sama dengan pemimpin militer Belanda De Richmond di Batang, meskipun ia bersikap lembut terhadap suku. Mereka berdua mengirimkan pasukan bersama-sama dalam misi menyerang Belanda.

Hal ini disebutkan dari buku “Sejarah Nasional Indonesia IV: Bangkitnya Kolonialisme di Indonesia” yang menyebutkan bagaimana pengikut Badri terlibat aktif dalam kegiatan di Kota VII kawasan Bariyaman. Saat itu pengaruh Badri Tuangu, pemimpin intelektual di Naz, sangat tinggi.

Pada tanggal 12 Desember 1829, dalam pertempuran melawan pasukan Belanda yang dipimpin oleh Kapten de Richmond dengan 130 prajurit dan 50 penunggang kuda, Tuanku nan Certic berhasil mengalahkannya sehingga mengakibatkan musuh kehilangan 5 prajurit. terbunuh. , 30 lainnya, termasuk seorang letnan angkatan laut, terluka. Pemimpin pasukan lawan harus menunggu bala bantuan lebih lanjut.

Karena lemahnya pasukan Belanda, perlawanan Badri semakin meluas di berbagai medan pertempuran. Jika tidak, pasukan pribumi yang kecewa mulai berperang melawan Belanda.

Sekitar 70 orang penguasa adat menyerbu Padang dengan bantuan warga XIII Kota melawan Belanda. Namun pasukan ini mundur setelah sekitar 100 tentara Belanda melawan mereka.

Sedangkan Badri bergerak ke utara Basaman dan berhasil menduduki Air Bangis. Air Bangis dikawal oleh pasukan Badri sebanyak 300 orang, dan penjagaan dari laut dibantu oleh perahu-perahu Aceh di bawah komando Sidi Mara.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *