TEMPO.CO, Jakarta – Studi yang dilakukan para ilmuwan di Jackson Laboratory (JAX) – lembaga penelitian biomedis nirlaba – menunjukkan bahwa pola makan dalam porsi kecil meningkatkan kesehatan dan memperpanjang umur. Para peneliti menggunakan seribu tikus untuk mempelajari pola makan yang berbeda. Populasi tikus dianggap mewakili keanekaragaman umat manusia.
Studi ini diterbitkan dalam artikel ilmiah edisi 9 Oktober 2024 berjudul “Efek pembatasan pola makan terhadap kesehatan dan umur tikus yang memiliki keragaman genetik.” Tikus yang dijadikan bahan percobaan dipelajari selama sisa hidupnya. Hewan-hewan ini menjalani tes darah rutin dan pemeriksaan kesehatan ekstensif.
“Hewan yang tangguh dapat mempertahankan berat badannya meski dalam kondisi stres dan pembatasan kalori serta merupakan hewan yang hidup paling lama,” kata penulis Gary A. Earth.com, Sabtu, 12 Oktober 2024
Para peneliti menugaskan tikus betina satu dari lima pola makan berbeda. Ada pola makan yang memungkinkan tikus makan tanpa batas waktu.
Dua dari lima pola tersebut merupakan pola makan. Tikus hanya menerima 60 atau 80 persen kalori basalnya setiap hari. Ada juga peraturan pemberian makan yang ketat di mana hewan tidak diberikan makanan selama satu atau dua hari berturut-turut setiap minggunya. Namun, tikus yang menjalani diet ketat ini bisa makan sebanyak yang mereka mau di hari lain.
Menurut penelitian, rata-rata tikus bisa bertahan hingga 25 bulan jika pola makannya tidak dibatasi. Tikus yang diberi diet puasa intermiten hidup selama 28 bulan; Tikus yang mengonsumsi 80 persen kalori basal hidup selama 30 bulan. Tikus yang mengonsumsi 60 persen kalori basal dapat hidup selama 34 bulan.
Menurut penelitian, tikus dengan asupan kalori rendah memiliki harapan hidup berkisar antara beberapa bulan hingga empat setengah tahun. Rentang usia di setiap kelompok sangat luas. Ketika para peneliti menganalisis data untuk menjelaskan umur, mereka menemukan bahwa pengaruh genetika jauh lebih besar dibandingkan dengan pola makan.
Para peneliti mengidentifikasi ketahanan yang ditentukan secara genetis sebagai faktor penting dalam jangka hidup. Tikus yang mempertahankan berat badan alami, persentase lemak tubuh, dan kesehatan sel kekebalan selama stres juga hidup lebih lama dibandingkan tikus yang tidak kehilangan lemak tubuh seiring bertambahnya usia.
“Jika Anda ingin berumur panjang, ada hal-hal dalam hidup yang dapat Anda kendalikan, seperti pola makan,” kata ulasan Earth.com.
Dengan kalori yang lebih sedikit, peneliti mempunyai peluang untuk memperpanjang umur. Selama penelitian, diet sangat rendah kalori umumnya memperpanjang umur tikus. Dengan cara ini, kadar lemak atau glukosa tubuh lebih terjaga dibandingkan pada tikus yang diberi pola makan normal. Kadar lemak dan glukosa sering dianggap sebagai penanda kesehatan metabolisme dan penuaan.
Namun, tikus yang hidup paling lama setelah diet intensif adalah tikus yang mengalami penurunan berat badan paling sedikit. Telah dilaporkan bahwa tikus yang sangat kurus memiliki tingkat energi yang lebih rendah. Sistem kekebalan dan reproduksi mereka juga melemah, sehingga umur mereka menjadi lebih pendek.
Kiat Editor: Pembukaan kembali setelah renovasi merupakan rencana Museum Nasional untuk tiga tahun ke depan.
Terawan Agus Putranto ditunjuk Presiden Prabowo sebagai Penasihat Khusus Presiden bidang Kesehatan. Ini adalah profilnya. Baca selengkapnya
Demi alasan kesehatan, jangan mencoba meminjamkan barang-barang berikut ini kepada orang lain, jika tidak, Anda bisa jatuh sakit. Baca selengkapnya
Studi menunjukkan bahwa sungai di atmosfer, jalur uap air yang sempit, curah hujan lebat, dan badai berpindah ke lintang yang lebih tinggi. Baca selengkapnya
Memberikan teh pada anak dapat menimbulkan masalah kesehatan yang serius. Baca selengkapnya
Perubahan iklim dan polusi meningkatkan konsentrasi logam beracun di laut. Itu juga disebarkan dengan sampah plastik. Baca selengkapnya
BRIN bekerja sama dengan perusahaan energi Rusia Rosatom untuk mengembangkan teknologi nuklir untuk kesehatan. Baca selengkapnya
Orang yang tidak dianjurkan mengonsumsi buah ini antara lain adalah penderita alergi buah naga, penderita asam lambung, dan yang sedang menjalani operasi. Baca selengkapnya
Profesor David S., Fakultas Kedokteran, Universitas Erlangen. Perdanakusuma menyebutkan, pekerja yang tidak bisa kembali bekerja karena mengalami luka berat dapat menimbulkan kerugian ekonomi. Baca selengkapnya
Kendaraan berat khususnya truk menyumbang emisi paling besar (PM10, PM 2.5 dan karbon hitam), NOx dan SO2. Baca selengkapnya
Hujan Ringan BMKG menjadi berita terhangat di 3 besar Tekno karena rekam jejaknya yang disertai petir di beberapa kota besar. Baca selengkapnya