TEMPO.CO, Jakarta – Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Heru Purnomo menyoroti kasus Subriani, guru honorer asal Konavi Selatan, Sulawesi Utara. murid. FSGI mengatakan, kasus tersebut menunjukkan lemahnya kedudukan hukum guru dan ketidaktahuan akan hak-hak hukumnya ketika berhadapan dengan orang tua.
“FSGI prihatin dengan kasus Bu Subriyani. Sebagai guru, posisinya lemah dan baik kepala sekolah maupun guru tidak memahami pentingnya advokasi dan perlindungan hukum,” kata Heru saat dihubungi Tempo, Rabu, 23 Oktober 2024.
Heru menegaskan, perlindungan terhadap guru sebenarnya diatur dalam Pasal 39 UU Guru dan Dosen. Namun, dalam kasus Subryani, ia yakin guru dan kepala sekolah mencoba menyelesaikan masalah secara mandiri tanpa inisiatif yang memadai.
Akibatnya, guru tersebut menjadi rentan dan akhirnya meminta maaf, yang dianggap sebagai pengakuan atas kekerasan. Situasi ini menyebabkan Bu Subryani diperlakukan sebagai penjahat dan ditahan oleh polisi. Ada kesewenang-wenangan di sini. Seharusnya guru itu diperiksa sebelum ditahan, kata Heru.
Menurut FSGI, penangkapan Supriyani yang langsung dilakukan polisi menunjukkan ketidakadilan hukum, apalagi korban dalam kasus ini adalah anak seorang anggota polisi. Helu berpendapat bahwa tindakan ini merusak kredibilitas lembaga kepolisian dan harus diubah untuk memastikan bahwa hukum ditegakkan secara adil dan tanpa campur tangan individu.
Polisi sebagai sebuah organisasi tidak bisa bertindak sembarangan. Harus ada proses yang baik dan adil. Hal ini tidak boleh terjadi lagi karena akan merusak reputasi kepolisian.
FSGI berharap kasus Subriani dapat memberikan dorongan untuk meningkatkan perlindungan hukum bagi guru di Indonesia dan memungkinkan mereka menerima dukungan yang mereka butuhkan ketika menghadapi tantangan hukum.
Sebelumnya, pada 26 April 2024, guru honorer Subryani melayangkan pengaduan ke Polsek Bitto. Seorang guru di SDN 4 Paito, Desa Wonua Raya, Kecamatan Paito, Kabupaten Conaway Selatan, didakwa melakukan hukuman terhadap siswanya.
Karena mediasi gagal mencapai kesepakatan, laporan tersebut diangkat ke tahap investigasi. Pada 3 Juni 2024, polisi menetapkan Subryani sebagai tersangka. Usai pemeriksaan, penyidik melimpahkan berkas perkara dan tersangka pidana ke Kejaksaan pada 16 Oktober 2024. Kejaksaan menahan Supriani dengan alasan mempercepat proses ekstradisi. Pergi ke pengadilan.
Rekomendasi Redaksi: Saksi Kasus Abdul Ghani Kasouba Sudah Dua Kali Kabur dari Komisi Pemberantasan Korupsi dan Masih Dekat dengan Babi Nasushan
Rudianto Lallo, DPR RI, dosen emeritus Konawe yakin kasus Subriyani bisa diselesaikan melalui restorative justice.
Menteri Pendidikan Dasar Abdul Moody mengatakan tidak akan ada kenaikan gaji seluruh guru pada tahun 2025. Baca selengkapnya
Kompolnas menilai lambatnya Polda Sumut mengusut skandal PPPK Langat. Baca selengkapnya
Sel Ekonomi Dharma Pongrekun-Kun Wardana Adap akan memiliki Profesor Emeritus. Baca selengkapnya
Kun Vardhana berharap kualitas guru honorer bisa ditingkatkan dengan diangkat menjadi PPPK. Baca selengkapnya
Subriyani, seorang guru honorer, melapor ke polisi Byto pada 26 April 2024 setelah dituduh menghukum siswa. Baca selengkapnya
Guru berusia 61 tahun berinisial T itu ditetapkan sebagai tersangka pencabulan anak berusia sembilan tahun sejak Maret 2023. Baca selengkapnya.
Comparnas percaya bahwa meskipun kasus guru terhormat tersebut dibawa ke pengadilan, penyelesaian secara damai adalah pilihan terbaik. Baca selengkapnya
Kombolnas berkoordinasi dengan Polda Sultra dan Polres Konawi Selatan untuk mendapatkan timeline lengkap penanganan kasus Profesor Emeritus Supriani. Baca selengkapnya
PGRI gagal memberikan bantuan dan perlindungan kepada Mailisya Ramdhani. Baca selengkapnya