JAWA BARAT – Krisis kemanusiaan di Palestina membuat banyak kelompok masyarakat di Indonesia melancarkan serangan terhadap produk-produk yang dianggap terkait dengan Israel, untuk memaksa Israel menghentikan lemak. Namun, alih-alih memaksa Israel menghentikan serangannya, tindakan tersebut justru berdampak langsung di dalam negeri, menyebabkan banyak nama dituduh ikut serta dalam kejatuhan tersebut.
PT Fast Food Indonesia Tbk (FAST), perusahaan nasional pemilik waralaba KFC di Indonesia, baru-baru ini mengumumkan penutupan 47 titik penjualan akibat larangan pindah ke perusahaan tersebut. Berdasarkan laporan keuangan yang disampaikan Informasi BEI, hingga kuartal III 2024, kerugian KFC tercatat terus mencapai Rp 557 miliar.
Dampaknya, kerugian yang dialami perusahaan karena perselisihan tersebut juga mulai berdampak pada ekosistem produk, termasuk petani kecil. Banyak petani di Jabar yang mengaku mulai merasakan efek domino dari langkah tersebut.
Ahmad, petani sayuran di Desa Ciherang, mengatakan hasil panennya tidak terserap pasar. “Dulu kami adalah pemasok makanan ke restoran cepat saji. Namun belakangan permintaannya menurun. “Sayuran ini kami rawat dan panen, tapi sekarang tidak ada yang membeli,” kata Ahmad pada pertengahan Oktober lalu.
Untuk mengatasi masalah ini, Ahmad dan petani lainnya kini mencoba mengolah lebih banyak hasil panen menjadi produk seperti serutan untuk mengurangi limbah.
Terkait konflik ini, Pakar Hubungan Internasional UPN Yogyakarta, Ludiro Madu, menilai tidak ada kaitan dengan anggapan hilangnya barang akan mempengaruhi keputusan tentara Israel terhadap Palestina. “Langkah ini tidak mampu memberikan tekanan pada Israel untuk berhenti menyerang Gaza,” katanya.
Ludiro menjelaskan, pemerintah Indonesia tidak pernah melakukan kejahatan terhadap produk tertentu. Artinya Indonesia lebih memilih pendekatan diplomasi dari Kementerian Luar Negeri dibandingkan tidak menyetujui tindakan militer Israel, ujarnya.
Ludiro menambahkan, jika gerakan ini terus dilakukan dalam jangka waktu yang lama, maka dampak pertama akan dirasakan oleh masyarakat Indonesia sendiri.
“Misalnya, protes terhadap produk-produk yang terkait dengan Israel telah menyebabkan beberapa merek restoran cepat saji atau produk-produk fast-moving Consumer Goods (FMCG). Apakah masyarakat petani, peternakan, nelayan menderita?
Untuk mencegah dampak yang dialami Ahmad meluas ke tempat lain, Ludiro menilai diperlukan pemahaman yang lebih baik mengenai situasi di Palestina. “Ini adalah sesuatu yang tidak terpikirkan oleh banyak orang yang menyuarakan gerakan tersebut. Harus ada pemahaman yang jelas dan luas tentang konflik Israel-Palestina,” katanya.