JAKARTA – Ketika perekonomian global berjuang untuk stabil setelah bertahun-tahun penuh ketidakpastian, utang publik Amerika Serikat (AS) kembali menarik perhatian. Tingkat utang sebesar 125% dari produk domestik bruto (PDB) pada tahun 2024 dan meningkatnya defisit anggaran mengkhawatirkan lembaga internasional, terutama Bank Sentral Eropa (ECB).
Wakil Presiden Bank Sentral Eropa Luis de Guindos menyatakan keprihatinannya dan potensi dampaknya terhadap zona euro. Utang publik AS terus meningkat ke tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya. Wakil Presiden ECB Luis de Guindos mengatakan hal ini pada konferensi perbankan di Frankfurt.
Berdasarkan data terakhir, utang publik AS saat ini mencapai 125% PDB. Sebaliknya, defisit anggaran meningkat menjadi 6,4% PDB pada tahun 2024, dibandingkan 6,2% pada tahun sebelumnya.
“Menurut Committee for a Responsible Federal Budget (CRFB), utang tersebut bisa melonjak lagi sebesar USD 15 triliun (atau setara Rp 240.000 triliun) dalam dekade berikutnya,” kata Luis, Kamis (21/11), menurut Menyumbang. /2024).
Skenario ini, katanya, menimbulkan kekhawatiran terhadap kemampuan Amerika Serikat dalam mengatasi ketidakseimbangan anggarannya. Situasi ini sebagian disebabkan oleh kebijakan ekonomi.
Janji untuk memotong pajak dan mempertahankan belanja pemerintah berisiko memperparah ketidakseimbangan anggaran. Selain itu, tarif yang diberlakukan oleh pemerintahan Trump tidak cukup untuk mengimbangi penurunan pendapatan pajak. Dinamika ini, yang dikenal sebagai “proteksionisme XXL”, telah membebani nilai dolar, yang menguat terhadap euro, sehingga mengganggu neraca perdagangan transatlantik.
Di luar perbatasan AS, besarnya utang AS merupakan ancaman langsung terhadap perekonomian global. Mengingat 23% dari utang ini dimiliki oleh investor asing, krisis ini juga dapat berdampak signifikan pada pasar keuangan internasional. Maria Vassalou, direktur Pictet Research Institute, merangkum situasinya:
“Negara-negara lain di dunia akan mengalami kerugian besar akibat krisis utang AS karena mereka membiayai defisit AS dengan membeli dolar, obligasi pemerintah, dan saham AS.”
Kekhawatiran meningkat bahwa kebijakan ekonomi proteksionis meningkatkan ketegangan perdagangan dan mengurangi stabilitas pasar. Bagi zona euro, potensi dampaknya juga sama besarnya. Ketika ECB berupaya menstabilkan inflasi sekitar 2%, kinerja ekonomi yang lemah pada kuartal terakhir menyebabkan penurunan produktivitas dan revisi prospek pertumbuhan ke bawah.
Luis de Guindos memperingatkan bahwa “hambatan siklus” ini memperburuk masalah struktural zona euro dan mengancam upaya untuk meningkatkan ketahanan ekonomi. Jika AS tetap menarik bagi investor karena kemampuannya menerbitkan utang dalam mata uangnya sendiri, meningkatnya ketegangan dan kebijakan proteksionis dapat membalikkan momentum ini.
Solusi yang bijaksana terhadap masalah-masalah ini diperlukan untuk menghindari krisis keuangan global. Pada saat yang sama, zona euro perlu memperkuat mekanisme ekonominya untuk melindungi diri dari kemungkinan gangguan. Utang AS mencerminkan ketidakseimbangan global dan memerlukan koordinasi internasional untuk menstabilkan sistem keuangan yang semakin saling berhubungan.