JAKARTA – Apple Inc terus berinvestasi di Indonesia, setelah Tesla membatalkan rencana investasinya karena menilai ekosistem industri hijau Indonesia belum siap.
Apple sebelumnya mengajukan investasi sebesar US$100 juta atau setara Rp 1,5 triliun dengan harapan mendapat izin mendistribusikan dan menjual ponsel terbaru iPhone-16 di Indonesia. Namun pemerintah menolak usulan tersebut.
Namun saat rapat kerja dengan Komisi XII DPR, Menteri Investasi dan Hilir Rosan Roeslani meminta Apple menambah investasinya menjadi US$1 miliar atau sekitar Rp. Dia memberi Apple waktu seminggu untuk mempertimbangkan hal ini.
INTI Ekonom Indonesia Muhammad Faisal menilai ada beberapa faktor yang membuat investor besar masih belum percaya diri untuk berinvestasi penuh di Indonesia. Salah satunya adalah belum adanya ekosistem yang baik untuk menunjang suatu industri, apalagi perusahaan seperti Apple yang memiliki standar yang cukup tinggi pada setiap produk yang dihasilkannya.
“Makanya harus ada standar yang harus dipenuhi, kita tidak bisa serta merta membangun dan mensuplai industri pendukung, industri kecil, industri menengah tapi dengan standar yang lebih rendah dari itu akan mempengaruhi tingkat kualitas produk yang sudah mereka miliki. standar internasional,” kata Faisal.
Lainnya adalah kebijakan faktor dalam negeri (TKDN) dan ketidakpastian hukum. Meskipun strategi TKDN bertujuan untuk meningkatkan faktor dalam negeri, namun pendekatan yang terlalu memaksakan akan menyebabkan investor asing mundur.
“Dan masalah kepastian kebijakan bagi Vietnam, menurut saya, salah satu kelebihannya dari segi kepastian kebijakan, keberlanjutan, stabilitas, lebih dapat diandalkan karena negaranya terpusat, jadi semuanya dikontrol oleh pemerintah secara mutlak dan dari waktu ke waktu. waktu” penting untuk “Perubahan kebijakan penting dalam jangka panjang karena investasi tidak hanya untuk lima tahun,” jelasnya.
Meski demikian, pemerintah perlu menegaskan agar Indonesia dapat menjadi bagian dari rantai pasokan teknologi tinggi global sambil memperbaiki berbagai peraturan, birokrasi, sumber daya manusia, dan lain-lain.
Karena jika tidak, kita tidak akan pernah menjadi bagian dari rantai pasokan industri berteknologi tinggi, sehingga kita akan selamanya terlibat dalam perdagangan dunia dengan produk-produk berteknologi rendah yang memerlukan pekerjaan, tapi itu tidak masuk akal. Belum tentu, tapi kita tidak akan pernah bisa mengupgradenya,” ujarnya.
Dalam wawancara terpisah, Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan banyak hal yang perlu diperbaiki pemerintah ke depan agar investor besar tidak berpikir dua kali untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
“Kalaupun pasarnya besar, kalau aturannya masih ribet, kalau birokrasinya masih lamban, kalau infrastrukturnya kurang, maka akan sulit karena perusahaan seperti Apple dan Tesla membutuhkan ekosistem seperti infrastruktur digital dan sumber daya manusia yang terampil. .” tutupnya, seperti dilansir VOA.