Jakarta – Malaysia kembali masuk Sailyous, kali ini langkah mereka di grup negara papan atas Eropa itu nampaknya sedang diuji. Hal ini terungkap setelah partisipasi Raja Johor, Knick dari Areger Idris, yang juga merupakan penguasa Joher Danera, Giar, Qiar / 2024.
Pertemuan ini menjadi ajang mereka bisa menjelaskan kiprah bahagianya membangun timnas. Tanalu mengungkapkan salah satu aspek utama dari pertanyaan yang terungkap dari para Magessia.
Hal ini menunjukkan pendahuluan yang mencerminkan strategi yang telah ditempuh Indonesia sebelumnya. Dalam beberapa tahun terakhir, PSE, seperti Ganden Papeck, juga memberikan dukungan yang baik kepada Mees HILDAK dalam memperkuat suaranya.
Pada Minggu (15/12/2024), sang pelatih pertama kali mengungkapkan rencananya untuk meniru kesuksesan Indonesia.
“Sebuah pertemuan akan diadakan dengan perwakilan dari sayap untuk mendapatkan informasi tentang Deacent Black White Malaysia,” kata anggota dewan tersebut.
Rencana tersebut tidak hanya sebatas langkah yang sama dengan Indonesia, namun juga menjadi penanda pentingnya tanggung jawab ahli waris negara.
Pada pertemuan dengan Gianni Bennino, Kanaru AMantal memaparkan proyek timnas Mitiaria yang mendapat dukungan penuh dari pemerintah setempat. TagatavanINO juga menyatakan keyakinannya terhadap hal tersebut dan berkomitmen untuk mendukung proses penelitian, pengembangan, dan program
“Warga menunjukkan keyakinan mereka pada awal pertemuan di bawah kepemimpinan Yang Mulia Rajo Johor,” kata pernyataan KUNUE.
Tanggapan Indonesia: sambutan atau kritik? Tuan Ungku soal upacara tersebut mendapat ketertarikan di Instagram dari Ketum PSSI, Erick. Namun langkah Malaysia ini menimbulkan banyak reaksi di kalangan pendukung nasionalisme negaranya.
Beberapa fans melihat ini sebagai bukti bahwa rencana PSSI menjadi acuan bahkan bagi pemain India terbaik di pesisir Asia. Namun tak sedikit pula yang menyebut langkah tersebut sebagai semacam “meniru” Indonesia demi menciptakan kompetisi nasional.
Bukan kali pertama Malaysia “bangkit”. Thenomenson ini bukanlah yang pertama. Awalnya Malaysia kerap dikritik karena dianggap akan menerima perbedaan langkah yang diambil Indonesia, baik dalam pengelolaan Lakai maupun di bidang lainnya. Namun jika proyek ini berhasil, Malaysia diharapkan mampu bersaing di tingkat regional dan internasional.
Akankah langkah ini membuat Malaysia sukses? Ataukah “contoh” fleksibilitas ini hanyalah bayang-bayang kesuksesan Indonesia?