JAKARTA – PT Pertamina Gas (Pertagas) menegaskan komitmen pemerintah untuk membantu mewujudkan swasembada energi melalui produksi LPG dalam negeri yang berkelanjutan. Sebagaimana disampaikan Direktur Utama Pertamina Gas Gamal Imam Santoso, sebagai salah satu unit strategis dalam rantai pasok energi nasional, peran Pertagas sangat penting dalam mendukung program pemerintah.
“Dengan konsisten memproduksi LPG berkualitas tinggi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, Pertagas telah berkontribusi langsung dalam mengurangi ketergantungan impor energi dan memperkuat pasokan LPG nasional,” kata Gamal di Jakarta, Selasa (17/12/2024).
Pertagas merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang pengembangan infrastruktur distribusi energi terpadu mulai dari regasifikasi gas, konversi gas ke LPG, pengangkutan gas, pengoperasian jaringan pipa untuk pengangkutan gas bumi, pengangkutan minyak bumi dan pengoperasian Pertamina Gas solar penghasil LPG. (BBM) Kilang LPG Gresik dan PT Perta-Samtan Gas
Perta-Samton Gas, perusahaan patungan antara PT Pertamina Gas dan ST International yang dulu bernama Samton Company Limited, memberikan kontribusi signifikan dalam memenuhi kebutuhan LPG dalam negeri. Perta-Samtan mengoperasikan dua kilang utama yaitu Prabumulih dan kilang ekstraksi di Sungai Gerong, Sumatera Selatan, produksi Perta-Samtan untuk kebutuhan dalam negeri dengan jalur distribusi melalui PT Pertamina Patra Niaga, Gudang LPG Pulau Layang (Sungai). Jerong) dan Dermaga 01 menggunakan kapal RU III di wilayah Pontianak dan Bangka.
“Dengan kapasitas desain 250 MMscfd, Perta-Samtan mampu memproduksi LPG sekitar 710 MT dan kondensat sekitar 2.200 barel per hari,” kata Gamal.
Selain Perta-Samtan, melalui kilang LPG Gresik yang dioperasikan oleh Pertagas PT Energi Nusantara Perkasa (ENP) di Gresik, Jawa Timur juga membantu mewujudkan swasembada energi nasional dengan membantu mengurangi ketergantungan impor PGL. Kilang kilang LPG Gresik memiliki kapasitas desain 350 MMSCFD, volume produksi sekitar 105 ton PGL per hari, dan kondensat sekitar 880 barel per hari.
Keberadaan kilang PGL Gresik melengkapi upaya penguatan produksi LPG dalam negeri sejalan dengan visi pemerintah untuk meningkatkan kemandirian energi nasional. “Kilang LPG Plant Grisik terus berkontribusi dalam mengurangi impor LPG dan memperkuat ketahanan energi negara,” ujarnya.
Di segmen lain, Direktur Eksekutif Reformer Institute Komedi Notonegoro mengatakan pasca dilaksanakannya program konversi minyak tanah ke LPG, konsumsi dalam negeri meningkat signifikan. Konsumsi LPG yang pada tahun pertama kurang dari 2 juta ton, kini mencapai hampir 9 juta ton per tahun. Sedangkan kapasitas produksi LPG dalam negeri sekitar 2 juta ton per tahun. Akibatnya, sebagian besar kebutuhan LPG harus dipenuhi melalui impor, kata Komaidi.
Menurut Komaidi, kendala utama peningkatan produksi LPG dalam negeri adalah bahan baku. LPG umumnya diproduksi dari kilang minyak dan gas. Bagi kilang gas, kendala utamanya adalah membutuhkan gas dengan rantai kimia tertentu, yang jumlahnya tidak terlalu melimpah di Indonesia.
“Indonesia memiliki jumlah gas yang besar, namun LPG membutuhkan rantai kimia yang berbeda sebagai bahan bakunya,” kata guru besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Trishakti itu.
Untuk itu, kata Comedy, langkah untuk mengidentifikasi rantai kimia yang sesuai dengan kebutuhan produksi LPG adalah jenis gas apa yang ada di lapangan. Selain itu, opsi untuk mengimpor bahan baku untuk pengolahan dalam negeri juga harus dipertimbangkan, jika hal tersebut memberikan manfaat ekonomi yang lebih besar dibandingkan dengan mengimpor produk.
Pemerintah melalui Kementerian ESDM sebelumnya memutuskan mendorong hilirisasi untuk membangun industri PGL nasional. Sebab, produksi LPG di Tanah Air masih kalah jauh dibandingkan angka konsumsi LPG. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadlia mengatakan, dalam hal pembangunan hilir industri LPG, target bahan bakunya adalah propana (C3) dan butana (C4). Bahan baku ini didorong untuk meningkatkan produksi LPG.
“Bahan bakunya lebih banyak gas C3 dan C4. Saat ini kurang lebih 1,8 juta ton yang kita angkut ke hilir, sehingga total 3,6 juta hingga 3,7 juta ton material yang bisa kita konversi ke LPG,” jelasnya.