Jenderal Sudirman diangkat menjadi Panglima Tentara Pertahanan Rakyat pada tanggal 12 November 1945. Konon di balik pengangkatan Jenderal Sudirman ada sosok Mayjen Imam Sujai yang pada 12 November 1945 hendak menjadi Panglima Tentara Pertahanan Rakyat. Telegram yang dikirimkan Presiden adalah Sukarno.

Nama Mayjen Imam Sujai memang tak sering terdengar di medan perang kemerdekaan. Namun tokohnya juga berperan besar dalam pertempuran Surabaya pada November 1945.

Siapakah sebenarnya sosok Jenderal Imam Sujay? Ia sering melihat di balik layar bagaimana Melang Raya dan para pejuang di dekatnya memiliki senjata. Sosok Imam Sujay juga mengajarkan taktik perang kepada para pejuang gerilya.

Agun H., pemerhati sejarah Malang. Buena mengatakan, Imam Sujay kini menjabat Panglima Divisi VII Untung Suropati, semacam Komando Rekreasi Militer (Koram), yang membawahi Malang Raya dan sekitarnya.

Menurut Agung, peran imam banyak dimiliki oleh para jenderal setelah Indonesia merdeka. Meski bergelar jenderal di militer, ia melatih Kiai, santri, dan masyarakat militer pada umumnya dalam Pertempuran Surabaya.

“H. Masjkur lah yang mendirikan Hizbullah di Malang bersama Mayjen Imam Sujay. Beliau adalah Panglima Divisi TKR Untung Suropati yang menguasai Malang dan sekitarnya. Gabungan Imam Sujay dan H.H. Masjkur akhirnya berangkat ke sana. .Surabaya akan membantu masyarakat Surabaya dalam perjuangannya menghadapi peristiwa 10 November,” kata Agung, Rabu. (13/11/2024) ungkapnya saat ditemui.

Sebelum berperang di Pertempuran Surabaya, Imam Sujai harus mengorbankan posisi penting yang bisa disandangnya. Pada bulan September 1945, ia menerima telegram dari Yogyakarta yang ditandatangani oleh Presiden Sukarno.

“Isi emailnya untuk mengumpulkan komandan divisi, jadi komandan TAC (Tentara Keamanan Rakyat) diminta berkumpul di Joja. Tujuannya untuk memilih komandan TAC,” kata mantan sekretaris Melani. Tim Warisan Budaya Kota (TACB).

Imam Sujay mendapat undangan langsung dari Presiden namun memilih tidak berangkat ke Yogyakarta. Ia bersama KH Masjkur dan sejumlah pejuang Malang memilih tinggal di Malang untuk mempersiapkan pasukan berperang di Surabaya.

Pada konferensi TKR yang diselenggarakan di Yogyakarta tanggal 12 November 1945, dalam proses pemilihan panglima TKR saat ini, dipilih satu nama yaitu Sudirman yang saat itu berpangkat letnan kolonel. Divisi Benyamin.

“Kalau Imam Suja ke Jogja bisa jadi panglima karena proses pemilihannya awal November, karena pangkat tertinggi kolonel karena panglima di Jawa Timur, Pulau Jawa, dan Kalimantan Sumatera. , “Saya sudah punya dua karir bintang,” jelasnya.

Agong tak menyangka jika Imam Sujay menghadiri konferensi TKR di Yogyakarta, peluangnya untuk terpilih cukup besar. Apalagi, sebagian besar komandan divisi hanya berpangkat letnan kolonel.

“Pada akhirnya Pak Sudirman yang terpilih menjadi panglima adalah seorang letnan kolonel dan menguasai wilayah di Nioms. Bayangkan sejarah bisa saja berubah karena Panglima Divisi Ontong Surupathi pergi ke sana saat pemilu,” katanya.

Namun, sekali lagi, Imam Sujay adalah orang yang tidak tergila-gila dengan jabatannya. Ia meminta maaf kepada Bong Karno karena tidak bisa datang sendiri. Pada bulan September hingga November 1945, Imam Sujay berperan penting dalam gerakan H.H. Maskurtai untuk melatih dan merekrut tentara dari Melang dan sekitarnya untuk berperang di Surabaya.

Seandainya Imam Sujai tidak berangkat ke Surabaya, pastilah ia terpilih menjadi Panglima TKR, namun Imam Sujai memilih berjuang bersama prajuritnya untuk membantu masyarakat Surabaya. Sungguh pengorbanan yang luar biasa Imam Sujai. Beliau juga merupakan sahabat karibnya. Bong Karno,” kata Agong.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *