JAKARTA – Penolakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) naik menjadi 12% pada tahun 2025. melalui Twitter Ardianto Satriawan, dosen teknik elektronika Institut Teknologi Bandung yang aktif di media sosial;

Dia menunjukkan bahwa pemerintah mengenakan pajak yang besar kepada warganya tetapi tidak menghasilkan pendapatan yang cukup. Ardianto menyebut bagaimana masyarakat membayar pajak ke negara dengan melamar pekerjaan, mulai dari THR, mobil, hingga stempel.

“Nanti kena pajak dari A sampai Z,” cuit Ardianto Satriawan.

(a) gaji bulanan dapat dikurangkan dari pajak;

(b) THR juga dikenakan pajak;

C) Anda juga akan menerima bonus kena pajak;

D) Pembelian barang mahal dikenakan pajak barang mewah;

(e) rumah dikenakan pajak bumi dan bangunan;

(f) Sepeda Motor wajib membayar pajak tahunan;

G) Mobil juga dikenakan pajak setiap tahunnya;

H) Pajak dikenakan per item saat berbelanja di supermarket,

(i) pajak atas makanan di restoran;

J) membeli barang dari luar negeri dan membayar bea masuk;

K) Bunga deposito dipungut dari negara.

L) menggunakan prangko untuk melamar pekerjaan, membayar biaya pemerintah,

(m) Pengunduran diri juga harus memberikan pemberitahuan melalui meterai;

N) Harga merek meningkat dari 6000 menjadi 10000, meningkat sebesar 67%.

O) Tarif juga dibayarkan di dalam negeri;

P) Melakukan SKCK dan juga membayar pejabat negara,

Q) pembelian tanah kena pajak;

(a) pembelian rumah kena pajak;

S) KPR dikenakan pajak;

(t) biaya listrik kena pajak;

U) pembelian kredit kena pajak;

V) Pembayaran online dikenakan pajak;

W) Tempat wisata dikenakan pajak daerah;

X) Stress, mau kuat, merokok dengan pajak 30%,

Y) Tekanan lebih, jika ingin mabuk akan dikenakan cukai sebesar 35%,

Z) Meninggal dunia, terkubur di TPU tetap dikenakan pajak daerah.

Menurutnya, berbagai pajak yang wajib dibayar masyarakat hanya menjadi beban. Selain itu, proliferasi dinilai sebagai kebijakan yang memberatkan pemerintah karena masyarakat harus membayar pajak lebih besar kepada negara.

“Jadi, apa yang kamu dapat? Tiba-tiba tidak bisa masuk sekolah favorit karena daerah, zonasi tidak memikirkan kesetaraan dulu, ada sekolah di kota yang hanya masuk dalam satu subsektor dan sisanya tidak,” Ardianto kata Satrivan. .

“UKT itu mahal, tidak bisa dicicil, dan perjudian online tidak boleh lepas landas sampai kampus bekerja sama dengan perusahaan pemberi pinjaman. Guru, dosen, dokter, dan tenaga kesehatan semuanya mati-matian mencari pekerjaan agar bisa mendapatkan penghidupan yang layak. Merawat pelajar/pasien dengan sepenuh hati,” ujarnya.

Gerakan protes terhadap kenaikan PPN 12% digaungkan X di media sosial berlogo Garuda berwarna biru sebagai bentuk penolakan kenaikan PPN tahun depan.

Salah satu artikel menampilkan gambar yang dibubuhi tagar #TolakPPN12Persen: “Memungut pajak kepada masyarakat tanpa imbalan adalah suatu kejahatan. Kalau masih tidak bisa melayani masyarakat, jangan memungut pajak yang tinggi. Tolak PPN 12%.”

Yang lain menulis: “PPN 12%, pendidikan dan kesehatan lebih mahal. Kemana perginya pendapatan pajak masyarakat?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *