NGAWI – Pada abad 16 dan 17, populasi harimau di Pulau Jawa dan Sumatera sangat besar. Pasalnya, jumlah penduduk di kedua pulau tersebut masih terbilang sedikit, sekitar seperempat dari jumlah penduduk saat ini.
Habitat harimau masih terjaga dengan baik, yaitu hutan lebat dengan pepohonan tinggi.
Kedekatan ekologis masyarakat masa itu dengan harimau memunculkan beberapa mitos dan tradisi lisan yang diturunkan dari generasi ke generasi.
Dalam bukunya Spirits and Powers: An Anthropological Study of Java Seances, Peter Bumgaard menjelaskan banyak cerita Jawa tentang harimau Jawa yang hidup di tempat-tempat seperti Alas Purvo dan Alas Roban.
Alas Purwo Banyuwangi di Jawa Timur adalah rumah bagi beberapa satwa liar mirip harimau.
Harimau mendung seperti harimau tutul dan macan tutul berkeliaran bebas di hutan lindung ini.
Harimau jawa (Panthera tigris sundaica) pernah hidup di Pulau Jawa dan resmi dinyatakan punah pada tahun 1980an akibat hilangnya habitat akibat perburuan manusia dan penggunaan lahan untuk pertanian.
Namun berdasarkan beberapa laporan yang diterima dari warga sekitar hutan lindung, hewan ini kemungkinan tidak akan punah.
Misalnya saja di Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, pada tahun 1985, terdapat catatan pemusnahan seekor harimau yang dikenal warganya sebagai “harimau raja” setelah menyerang warga.
Menurut laporan lain, harimau belang kuning dan hitam menghilang pada tahun 50an, dan sebelumnya menjadi rumah bagi sekitar 25 individu. Pada tahun 1940-an, Harimau Jawa hanya ditemukan di hutan-hutan terpencil.
Lokasi tempat terpencil ini berjarak 53 kilometer dari ibu kota provinsi Kabupaten Wonogiri.
Berbatasan dengan Provinsi Ponorogo di Provinsi Jawa Timur di timur, Kabupaten Pakitan di Provinsi Jawa Timur di selatan, Kabupaten Slogohimo di barat, dan Kabupaten Purwantoro di utara.
Pada tahun 1985, seekor harimau jawa ditembak mati oleh aparat kabupaten setelah menyerang seorang warga yang sedang mencari makan di dekat Gua Watu Ondo. Sejak kejadian tersebut, harimau jawa sudah tidak terlihat lagi di sekitar Gunung Kotak.
Edi yang mengaku pertama kali melihat dan memegang bulu harimau jawa saat menembak dan membunuhnya pada tahun 1985, yakin harimau jawa tersebut sudah berpindah sarang namun masih berada di sekitar Gunung Kotak.