JAKARTA – Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Heru Hanindio, salah satu tersangka kasus suap yang divonis bebas oleh Gregorius Ronald Tanur, mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terkait penetapan tersangka oleh Jaksa Penuntut Umum ( Kejagung). ). Duiamto, Humas Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, membenarkan gugatan tersebut diajukan (12/3/2024).
Permohonan ini telah dimasukkan ke catatan kriminal pada Selasa, 3 Desember 2024 dan terdaftar dengan nomor 123/Pid.Pra/2024/PN.JKT.SEL, kata Giujamto kepada wartawan, Kamis (12/5/2024).
Guiamto menjelaskan, Heru Haninjo telah memulai sidang pendahuluan mengenai sah atau tidaknya penangkapan tersebut hingga Kejaksaan Agung menetapkan tersangka. Berdasarkan keterangan dalam SIPP Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, benar Heru Hanindio menyampaikan laporan praperadilan tentang sahnya penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, dan identifikasi tersangka kepada terdakwa Jampidsus. katanya.
Untuk itu, dia mengatakan, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjadwalkan sidang pertama pada Jumat (13/12/2024) yang dipimpin oleh Hakim Tunggal Abdullah Mahrus. Sidang perdana dijadwalkan pada Jumat, 13 Desember 2024 dengan hakim tunggal ABDULLAH MAHRUS, SH.MH, ujarnya.
Sebagai informasi, dalam kasus ini, Kejaksaan menetapkan enam tersangka. Diantaranya adalah mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Rizar dan pengacara Ronald Tanur bernama Lisa Rahmat. Tersangka selanjutnya adalah tiga hakim yang memvonis kasus suap dan tip penanganan kasus Ronald Tanur.
Ketiga juri tersebut adalah Erintuah Damanik, Mangapul dan Heru Hanindjo. Baru-baru ini ibu Ronald Tannur, Meirizka Vidjaya. Tiga hakim PN Surabaya membebaskan George Ronald Tanur dari tuduhan menganiaya kekasihnya Dini Sera Afriyanti hingga meninggal dunia.
Dalam persidangannya di Pengadilan Negeri Surabaya pada 24 Juli 2024, Ronaldo dinyatakan tidak bersalah oleh tiga anggota majelis sidang. Saat putusan dibacakan, ditetapkan bahwa Ronald tidak terbukti menganiaya dan membunuh pacarnya, Dina.
Namun majelis hakim dalam putusannya mencatat bahwa Dini meninggal karena penyakit lain dan konsumsi alkohol.
Keputusan ini bertentangan dengan tuntutan jaksa yang menuntut hukuman 12 tahun penjara. Pembebasan ini kemudian memicu kemarahan publik. Ketiga hakim tersebut kemudian dilaporkan Komisi Yudisial ke Dewan Pengawas Mahkamah Agung.
Dari hasil pemeriksaan, selain menyuap hakim tingkat pertama, Liza juga mencoba menyuap hakim ketua melalui Zaroff.
Selain itu, Zarof diduga menjadi perantara dalam transaksi suap senilai Rp5 miliar untuk mempengaruhi keputusan kasasi Mahkamah Agung. Zaroff disebutkan dijanjikan hadiah sebesar Rp 1 miliar.