Kuntoro Boga Andri
Kepala Pusat Standar Instrumen Perkebunan Kementerian Pertanian
INDONESIA dengan keanekaragaman hayati tanaman rempah-rempah berpeluang besar mengembalikan kejayaan komoditas unggulan di masa lalu. Rempah Nusantara mempunyai sejarah panjang yang mencerminkan kekayaan, kejayaan dan perjalanan bangsa di masa lalu. Rempah-rempah kini semakin diminati dan diminati pasar global untuk bahan-bahan alami dalam industri kuliner, kesehatan, dan pigmen.
Optimalisasi potensi tersebut dapat dilakukan melalui berbagai cara, antara lain peningkatan rantai pasok, peningkatan kualitas dan standarisasi produk, serta penambahan nilai melalui pengolahan lebih lanjut. Selain itu, promosi internasional yang menonjolkan kisah dan warisan budaya rempah-rempah Indonesia juga dapat meningkatkan daya tariknya di pasar global.
Pada level tersebut, Indonesia mempunyai potensi besar untuk menjadikan rempah-rempah menjadi salah satu komoditas utama yang tidak hanya meningkatkan perekonomian nasional, tetapi juga mempopulerkan kekayaan budaya lokal hingga dunia.
Strategi pengelolaan yang efektif, inovasi dan rebranding produk turunan menjadi kunci peningkatan daya saing rempah Indonesia di pasar global. Dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan manfaat kesehatan dari bahan-bahan alami, rempah-rempah Indonesia mempunyai potensi besar untuk dijadikan bahan dasar produk kesehatan, kosmetik, dan kuliner, seiring dengan permintaan yang terus meningkat.
Untuk mencapai potensi tersebut, diperlukan tantangan dalam pengelolaan sumber daya, peningkatan kualitas produksi, dan mengatasi kebutuhan penggunaan teknologi pertanian modern. Penerapan teknologi canggih di bidang pertanian, seperti sistem irigasi yang presisi, penggunaan drone untuk pemantauan tanaman, serta inovasi pengolahan pasca panen, dapat meningkatkan hasil dan kualitas spesies. Selain itu, rantai pasok yang efisien dan berkelanjutan akan menjamin tersedianya kualitas terbaik di pasar internasional.
Dengan langkah tersebut, Indonesia dapat menghidupkan kembali kejayaan rempah-rempah Indonesia, sehingga produk unggulannya tidak hanya bermanfaat secara ekonomi, namun juga membangun citra Indonesia sebagai sumber rempah-rempah berkualitas di mata dunia.
Lihat rute rutenya
Indonesia memiliki sejumlah besar spesies yang bertahan tidak hanya dalam sejarah, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari masyarakat, terutama di wilayah pesisir seperti Pulau Buton dan Kepulauan Maluku. Meski tak sepopuler di masa kejayaannya, jalur perdagangan spionase Indonesia masih tetap hidup berkat tradisi maritim yang diturunkan dari generasi ke generasi. Pulau-pulau seperti Banda, Ternate dan Ambon di Maluku tengah masih menghasilkan pala dan cengkeh, dua rempah-rempah yang terkenal sejak zaman kolonial dan kini menjadi salah satu komoditas utama penyumbang perekonomian lokal.
Indonesia terus berupaya mengoptimalkan potensi aromatiknya, tidak hanya untuk pasar lokal, namun juga untuk permintaan pasar global. BPS mencatat beberapa jenis rempah-rempah antara lain lada, vanila, cengkeh, kayu manis, kapulaga, andaliman, dan pala memberikan kontribusi signifikan terhadap ekspor dalam negeri. Pada tahun 2023, ekspor rempah-rempah meningkat lebih dari 29,8% dengan total volume 148,22 ribu ton. Sedangkan nilai ekspor rempah-rempah mencapai total 469 juta dollar AS atau setara Rp 7,4 triliun. Ekspor rempah-rempah Indonesia sebagian besar masih dalam bentuk mentah sehingga nilai tambah belum tercapai secara maksimal.
Kementerian Pertanian melalui Badan Standardisasi Pertanian (BSIP) dan lembaga terkait telah menetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk menjamin mutu rempah-rempah. Standar ini penting untuk meningkatkan kualitas produk sekaligus menjamin kepercayaan konsumen, terutama untuk menjaga kualitas ekspor. Standardisasi ini diharapkan dapat memberikan nilai tambah bagi para pedagang rempah-rempah, termasuk petani, dan juga mengembalikan posisi terhormat rempah-rempah Indonesia di pasar perdagangan global.
Indonesia mempunyai sejarah panjang sebagai penghasil rempah-rempah berkualitas tinggi seperti cengkeh, lada, pala, kayu manis dan jahe. Namun, sektor ini masih menghadapi tantangan dalam melakukan hilirisasi spesies guna meningkatkan nilai ekonominya. Industri rempah-rempah di Indonesia dapat menawarkan perdagangan luar negeri yang lebih besar, serupa dengan apa yang terjadi pada komoditas minyak sawit.
Dengan upaya pemerintah dalam standardisasi, pengendalian dan industrialisasi, rempah-rempah Indonesia mempunyai potensi besar untuk kembali meraih kejayaan global, mengangkat nama Indonesia sebagai penghasil rempah-rempah yang mulia dan memberikan manfaat yang lebih luas kepada masyarakat.
Jalur Sutra vs Jalur Rempah
Negara Tiongkok, melalui program Jalur Sutra modern yang ambisius, atau Inisiatif Sabuk dan Jalan (BRI), berupaya memperluas pengaruh ekonomi dan geopolitiknya melalui infrastruktur skala besar di beberapa negara. Proyek ini diprakarsai pada tahun 2013 oleh Presiden Xi Jinping dengan menciptakan jalur perdagangan lintas benua yang menghubungkan Tiongkok dengan Eropa melalui Eurasia dan kawasan Asia-Pasifik hingga Afrika.
BRI telah memberi Tiongkok sumber daya ekonomi yang signifikan dengan membangun jaringan pemasaran melalui infrastruktur global, termasuk kereta api, pelabuhan dan jalan raya, memfasilitasi pergerakan barang dan mempercepat arus perdagangan internasional. BRI juga berperan penting dalam menstabilkan stabilitas perekonomian Tiongkok setelah menghadapi berbagai tantangan perekonomian global.
Dengan fokus pada investasi dan pembangunan berkelanjutan, BRI telah menjadi alat bagi Tiongkok untuk menegaskan dominasinya di tabel perekonomian global, sekaligus menunjukkan bagaimana rencana infrastruktur yang baik dapat memperkuat pertumbuhan ekonomi dan hubungan bilateral di Asia dan sekitarnya.
Berbeda dengan fokus Tiongkok pada pembangunan infrastruktur lintas batas, Indonesia dapat memperkuat posisinya dengan memperkuat pasar produk hilir dan turunannya, khususnya komoditas rempah-rempah. Indonesia harus memperbarui “jalur rempah-rempah” modernnya dan memperkuat posisinya dalam perdagangan dunia melalui penurunan perkebunan dan industri. Di tengah suksesnya kelapa sawit menjadi andalan devisa negara, rempah-rempah juga menunjukkan potensi besar sebagai andalan barang ekspor.
Produk olahan rempah-rempah dan obat-obatan tradisional, seperti yang dikembangkan oleh Pusat Standardisasi Alat Perkebunan (PSI Perkebunan), mempunyai potensi untuk dipasarkan tidak hanya sebagai bahan baku, tetapi juga sebagai produk tambahan yang memenuhi standar internasional, antara lain. standar nasional (SNI). Melalui standarisasi dan inovasi produk, Indonesia dapat mengembangkan rantai pasokan yang berkelanjutan untuk memenuhi permintaan pasar global.
Selain itu, penguatan keutuhan penelitian dan kebudayaan menjadi kunci utama terbukanya jalur aromatik dalam seni rupa modern. Kesepakatan yang dicapai PSI Perkebunan dengan berbagai kelompok pemangku kepentingan dapat menyesuaikan produk dengan standar internasional dan kebutuhan pasar. Pendekatan ini akan memungkinkan Indonesia mengekspor produk jadi yang memiliki nilai tambah seperti minuman herbal, rempah-rempah, dan produk turunan lainnya.
Dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam dan spesies yang dimiliki Indonesia, industrialisasi harus mengikuti model yang dibangun oleh Tiongkok. Dengan fokus pada saluran pemasaran global, pengolahan produk dan penciptaan nilai tambah dari produk perkebunan, seperti rempah-rempah. Jalur Rempah Indonesia harus memasuki babak baru, melalui kemunduran dan pembaharuan posisi Jalur Rempah modern, demi pembaharuan perekonomian nasional.