TEMPO.CO, Jakarta – Peneliti kesehatan masyarakat Universitas Indonesia Sandra Fikawati menjelaskan, asupan protein hewani sangat penting bagi tubuh manusia yang membutuhkan setidaknya 20 jenis asam amino esensial. Hingga sembilan dari 20 jenis asam amino esensial harus diperoleh dari makanan. “Protein hewani memiliki kandungan asam amino esensial yang lebih lengkap dibandingkan protein nabati,” ujarnya pada akhir September 2024.
Hasil studi Action Against Stunting Hub (AASH) Indonesia menunjukkan bahwa satu dari tiga anak di bawah usia dua tahun tidak mendapatkan cukup protein hewani. Kondisi ini juga berlaku pada anak di bawah usia lima tahun dan usia sekolah.
Meski banyak faktor yang mempengaruhinya, namun konsumsi protein hewani pada anak sangatlah penting. Untuk itu, penting bagaimana anak-anak dapat mengakses dan mengonsumsi pangan yang berasal dari produk hewani.
Indonesia masih menghadapi tantangan untuk mewujudkan Indonesia emas, salah satunya adalah masalah gizi. Tantangan utama yang harus diatasi adalah tiga beban malnutrisi, yaitu kekurangan gizi, kelebihan gizi, dan gizi mikro.
Data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023 menunjukkan prevalensi anak kecil yang mengalami stunting masih sebesar 21,5 persen, berat badan kurang (underweight) 15,9 persen, wasting (kurus) 8,5 persen, dan obesitas 4,2 persen. Kondisi ini tidak hanya dialami oleh anak kecil saja, namun juga terjadi pada anak usia sekolah.
Padahal, gizi merupakan salah satu kunci untuk mendapatkan sumber daya manusia (SDM) berkualitas yang sehat, cerdas, produktif, dan berdaya saing. Salah satu kendala yang harus dihadapi adalah belum terpenuhinya kebutuhan masyarakat akan pangan dan gizi.
Peneliti Pusat Penelitian Gizi dan Kesehatan Masyarakat, Lembaga Penelitian Kesehatan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Yekti Widodo mengatakan, pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi masyarakat akan berdampak besar pada pembangunan sumber daya manusia. . .
Kepuasan pangan dan gizi juga merupakan landasan yang kuat untuk mencapai kesehatan, pendidikan, produktivitas dan kesejahteraan yang lebih baik. Namun, tidak semua orang bisa mengakses dan mengonsumsi pangan bergizi dan aman.
Situasi ini disebabkan oleh banyak faktor penyebab, seperti kendala ekonomi, pengetahuan, ketersediaan dan keterjangkauan serta preferensi individu.
Masyarakat cenderung mengonsumsi makanan yang kurang bervariasi dan bergizi seimbang. Hasil SKI tahun 2023 juga menunjukkan 86,7 persen masyarakat usia lima tahun ke atas kurang mengonsumsi sayur. Faktanya, 11,8 persen tidak pernah mengonsumsi sayur. Tak hanya konsumsi nabati, konsumsi protein hewani di Indonesia juga belum mengalami peningkatan.
Survei Sosial Ekonomi (Susenas) tahun 2022 menyebutkan, asupan protein per kapita penduduk Indonesia sudah lebih tinggi dari standar nasional kecukupan protein, yaitu 62,21 gram, namun tetap perlu memperbanyak protein dari sumber hewani yaitu. dari kategori ikan/udang/cumi/ikan seafood 9,58 gram, daging 4,79 gram, telur dan susu 3,37 gram.
Padahal, konsumsi protein hewani berperan besar dalam mencegah permasalahan gizi di Tanah Air. Status gizi sangat penting karena merupakan faktor risiko terjadinya penyakit dan kematian pada anak.
Pada kasus anestesi misalnya, dalam waktu singkat akan menyebabkan perkembangan otak tidak optimal dan gangguan kognitif, sehingga kemampuan belajar anak menjadi tidak maksimal. Sementara itu, dalam jangka panjang, para ahli berpendapat bahwa anak-anak yang mengalami stunting rentan terhadap penyakit tidak menular, lebih berisiko terkena penyakit degeneratif, dan kesulitan bersaing di dunia kerja sehingga berdampak pada rendahnya produktivitas.
Selain program pemerintah, upaya yang dapat dilakukan untuk menurunkan kasus gizi buruk pada anak adalah kerjasama dengan banyak pihak, salah satunya melalui program JAPFA for Kids (JFK) yang menyasar anak usia sekolah di berbagai wilayah tanah air. . . Prevalensi gizi buruk pada anak usia sekolah dasar pada tahun 2023 menunjukkan angka yang mengkhawatirkan, dimana 18 persen anak di Indonesia mengalami stunting dan 12 persen mengalami wasting.
Dengan kata lain, satu dari lima anak usia sekolah mengalami stunting akibat kekurangan gizi, yang dapat mempengaruhi kemampuan belajar, kesehatan jangka panjang, dan produktivitas di masa depan.
Minimnya program intervensi gizi pada anak usia sekolah juga menjadi pertimbangan khusus dalam menentukan program. “Saat ini JFK bertujuan untuk mengurangi angka kejadian gizi buruk di kalangan siswa dan mendorong perilaku hidup sehat di sekolah,” kata Rachmat Indrajaya, Corporate Director JAPFA.
Salah satu lokasi program JFK adalah Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat. Dengan adanya program ini, Rachmat mengatakan pihaknya ingin memberikan manfaat kepada masyarakat sekitar unit usaha. Adanya program tersebut berdampak langsung pada penurunan angka gizi buruk pada pelajar sebesar 78 persen selama 6 bulan program berlangsung.
Agar program tetap berkesinambungan, maka pada tahap pertama atau tiga bulan pertama akan ada satu orang pengajar di setiap wilayah dan memberikan akses protein hewani untuk meningkatkan gizi siswa. Harapannya, sekolah-sekolah terbiasa dan mahir dalam menjalankan program serta memperkuat sistem di sekolah masing-masing.
Selanjutnya pada tahap kedua atau tiga bulan berikutnya diberikan akses gratis terhadap protein hewani, namun sekolah diminta melaksanakan program secara mandiri. Pihaknya terus melakukan pemantauan jarak jauh melalui sistem yang bisa diatur oleh guru. Berikutnya adalah pemberian penghargaan sebagai cara lain untuk melihat independensi program tetap berjalan tanpa kehadiran JAPFA. Orang tua memainkan peran penting dalam mengatasi malnutrisi dan menerapkan kebiasaan gaya hidup sehat.
Dengan kerja sama multipihak, kita bisa bersama-sama mengatasi permasalahan gizi yang dialami generasi penerus bangsa. Kebiasaan makan yang mempertimbangkan aspek gizi juga perlu menjadi kebiasaan dan dimulai dari rumah. Namun status gizi anak sangat menentukan daya saing bangsa di masa depan, sehingga upaya pemerintah mengantarkan bangsa menuju Indonesia Emas 2045 dapat berjalan lancar.
Pilihan Editor: Jangan berlebihan, perhatikan kebutuhan protein berdasarkan usia dan aktivitas
Mantan Menteri Kesehatan Nila Moeloek berpendapat bahwa makan siang bergizi gratis itu cukup baik, namun ia yakin ada beberapa hal yang perlu diingat. Baca selengkapnya
Pemerintah perlu bermitra dengan sejumlah produsen makanan yang memahami standar distribusi, kesehatan dan kebersihan untuk program makanan bergizi gratis. Baca selengkapnya
Sekelompok mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) menciptakan camilan enak yang juga bisa menjadi solusi masalah stunting. Baca selengkapnya
Veronica Tan banyak berkontribusi terhadap pembebasan perempuan dan perlindungan anak, seperti merintis RPTRA dan mendirikan Ibu Rusun. Baca selengkapnya
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo berharap program ini dapat menghasilkan omzet hingga Rp 1,8 juta per hari bagi kelompok masyarakat pengelola peternakan Baca Selengkapnya
Para ahli mengingatkan saya pada pedoman Isi Piringku dalam menerapkan makanan bergizi gratis untuk memastikan asupan yang mendukung tumbuh kembang anak. Baca selengkapnya
Osteoporosis dapat dicegah sejak masa kanak-kanak hingga usia sekitar 20 tahun. Berikut asupan vitamin dan mineral penting. Baca selengkapnya
Menurut Betta, meski prevalensi anestesi mengalami penurunan selama satu dekade pemerintahan Jokowi, namun angkanya cenderung lebih lambat. Baca selengkapnya
Pembahasan pilkada di Jawa Timur 2024 berlangsung seru. Luluk Nur Hamidah, Khofifa dan Tri Rismaharini berpisah. Berikut beberapa komentarnya. Baca selengkapnya
Berikut beberapa makanan yang sangat baik dikonsumsi ibu menyusui. Baca selengkapnya