JAKARTA – Anindya Bakrie, Ketua Umum (Ketum) Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, berharap perundingan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Indonesia dan Uni Eropa (IEU-CEPA) segera selesai.
Dengan cara ini, IEU-CEPA akan meningkatkan akses ke kawasan yang memiliki pasar senilai USD 17 triliun atau Rp 269,416 triliun (kurs Rp 15.848/dolar AS), yang setara dengan 12 kali lipat produk domestik bruto (PDB) Indonesia.
Selain itu, perdagangan global kini menghadapi ancaman tarif impor tinggi yang akan dikenakan Presiden terpilih Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Oleh karena itu, Indonesia harus segera menyelesaikan perjanjian kemitraan ekonomi komprehensif dengan pasar utama lainnya seperti Uni Eropa (UE).
“Proses perjanjian perdagangan sudah berjalan hampir sembilan tahun. Ada baiknya Indonesia menyelesaikan IEU-CEPA karena akan membuka akses ke kawasan yang (memiliki pasar) US$17 triliun,” kata Anindya. , saat menjadi pembicara pada Indonesia-Europe Investment Summit 2024 yang diselenggarakan oleh Kamar Dagang dan Industri Eropa (EuroCham) di Kantor Kementerian Investasi dan Penanaman Modal Lanjutan/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Jakarta, Senin (9 ) . /12/2024).
Anindya mengatakan perjanjian IEU-CEPA juga membawa manfaat bagi UE, mengingat Indonesia menguasai 40% pasar di Asia Tenggara atau ASEAN. Anindya berharap permasalahan yang ada dapat diselesaikan sehingga perdagangan dengan UE dapat berjalan lancar.
“Jadi, ini hal yang strategis bagi keduanya (Indonesia dan UE). Ini menjadi angin segar,” ujarnya.
Ekspor-impor meningkat 6 kali lipat. Anindya mengatakan dengan penerapan IEU-CEPA, transaksi ekspor dan impor antara Indonesia dan Eropa bisa meningkat dua hingga enam kali lipat. Selain itu, perjanjian ini membuka peluang bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) tanah air untuk memasuki rantai pasok global.
“Teman-teman Kadin yang banyak juga berasal dari perusahaan kecil dan menengah bisa menjadi bagian dari rantai pasok global. Tentu saja hal ini tidak hanya baik bagi pemain besar seperti perusahaan kelapa sawit yang terkadang ingin menonjolkan keberlanjutan. masalah, tapi teman-teman ini bisa terjun ke industri yang berbeda, ”katanya.
Tak hanya mendorong transaksi, menurut Anindya, kemitraan investasi ini juga dapat memberikan edukasi kepada mitra teknologi. Hal ini akan membawa pengusaha nasional ke level berikutnya.
“Sehingga teman-teman Kadin bisa mewujudkannya dengan sebaik-baiknya,” ujarnya.
Indonesia patut menantikan kebijakan Trump Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, Anindjo juga mengkhawatirkan tingginya kebijakan tarif impor Amerika Serikat (AS) yang akan menjadi ancaman serius bagi perdagangan dunia di masa depan. Tingginya tarif impor yang akan dikenakan oleh Presiden terpilih AS Donald Trump terhadap beberapa pesaing dagang, seperti Tiongkok, akan mengubah lanskap perdagangan global.
Anindya mengatakan pemerintah Indonesia harus mengantisipasi kebijakan proteksionis yang mungkin diterapkan Trump, termasuk dalam bentuk tarif impor yang tinggi. Karena sepertinya tidak berhenti, kata Anindya.
Anindya mengapresiasi keputusan pemerintah memperkuat kerja sama perdagangan dan investasi dengan negara mitra, khususnya Kanada, Uni Emirat Arab (UEA), Jepang, dan Australia. Selama 2,5 minggu terakhir, pemerintah terus mengoptimalkan kerja sama di Global South.
“Kemitraan dengan negara-negara Amerika Latin dan Timur Tengah juga penting. “Tapi di Eropa itu strategis, meski tidak mudah,” ujarnya.
Anindya sebelumnya mengungkapkan, sikap proteksionis Donald Trump bisa membawa kerugian dan keuntungan bagi negara lain, termasuk Indonesia.
Salah satu kerugian yang bisa dialami Indonesia, menurut Anindya, adalah sulitnya masuk ke Amerika Serikat untuk ekspor Indonesia. Untuk melindungi pasar domestik dan industrinya, pemerintah AS dapat mengenakan bea masuk (DMD) yang tinggi atau menggunakan hambatan non-tarif, seperti standarisasi produk, lingkungan hidup, hak kekayaan intelektual (IPR), dan lain-lain.
Manfaat yang akan dinikmati Indonesia, kata Anindya, adalah implementasi berbagai perjanjian perdagangan bebas (FTA) bilateral yang prosesnya terhenti.
Misalnya saja Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Kanada atau Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Kanada (ICA-CEPA) yang ditandatangani lebih cepat. Pemerintah Indonesia dan Kanada menandatangani ICA-CEPA pada Senin (2/12/2024).
“Ada manfaatnya juga jika Amerika mengatakan proteksionisme. ICA-CEPA sudah berumur dua tahun. Kita membuka kerja sama bilateral yang sempat terhenti,” kata Anindya.
Sementara itu, Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei, Denis Chaibi, mengatakan negara eksportir seperti China akan memindahkan pasar ekspornya ke negara lain, termasuk Eropa dan Indonesia.
“Kita mungkin akan merasakan dampak dari tekanan AS terhadap Tiongkok, karena Tiongkok mungkin akan berusaha lebih banyak menjual produknya ke Eropa dan Indonesia,” kata Denis.
Karena itu, Denis berharap Indonesia bisa segera mengimplementasikan IEU-CEPA. Melalui perjanjian ini, Indonesia dapat memasuki rantai pasokan global yang lebih luas melalui Kanada.
Artinya produknya masuk, mendapat nilai lebih, lalu keluar. Jadi, bukan sekadar menjual produk jadinya saja, ujarnya.
Denis mengatakan, keamanan hukum juga harus menjadi perhatian atas dukungan konten lokal yang akan diperdagangkan. “Keamanan hukum akan membawa lebih banyak investasi ke Indonesia,” tegasnya.