SEMARANG – Ramalan Jayabaya dan meletusnya Gunung Merapi merupakan tanda-tanda alam menurut Pangeran Diponegoro. Selain itu, letusan Gunung Merapi menandai penobatan Raja Hamengkubuwono V sebagai Raja Yogyakarta. Letusan Gunung Merapi merupakan fenomena alam penting saat itu.

Pada tahun 1822, letusan Gunung Merapi begitu dahsyat hingga menghancurkan masyarakat Yogyakarta pasca penobatan raja. Masyarakat Yogya kemudian menjadi sasaran serangan material vulkanik pada tanggal 28-30 Desember 1822.

Pangeran Diponegoro sendiri yang menyaksikan keganasan letusan gunung tersebut dan menggambarkannya dalam babadnya. Saat gunung berapi tersebut meletus, sang pangeran sedang berada di rumah saudaranya Suryobrongto, tempat ia disunat.

Seperti dikutip Peter Carey dalam bukunya “Takdir: Sejarah Pangeran Diponegoro 1785 – 1855”, sang pangeran dikabarkan begadang semalaman untuk bermain catur bersama teman lamanya Raden Ayu Danukusumo. Gunung Merapi meletus. Pada hari Minggu tanggal 28 Desember 1822 terjadi serangkaian gempa dini hari dan akhirnya Gunung Merapi meletus.

Aliran lahar terlihat mengalir menuruni lereng gunung, disertai hujan abu dan pasir. Pemandangan awan asap yang membubung ke langit yang gelap semakin pekat. Saat itu, Pangeran Diponegoro dan istrinya Raden Ayu Maduretno meninggalkan halaman rumah Tegalrejo dan memandang ke langit. Saat menyaksikan gunung-gunung terbakar dan bumi berguncang akibat gempa bumi, sang Pangeran menggambarkan bagaimana ia tersenyum dalam hatinya karena ia tahu itu adalah tanda murka Tuhan.

Letusan Gunung Merapi memang begitu dahsyat bahkan laporan pemerintah kolonial Belanda saat itu membenarkan apa yang dipaparkan Pangeran Diponegoro. Warga terpaksa meninggalkan rumahnya di lereng bukit dan tiga desa di Kedu hancur. Catatan sejarah saat itu menunjukkan bahwa letusan Gunung Merapi merupakan letusan terparah sejak terakhir kali terjadi pada tahun 1772.

Letusan Gunung Merapi nyaris memunculkan harapan akan kedatangan Ratu Odil yang telah diramalkan Jayabaya. Dalam mitologi Jawa setempat, dewa penjaga gunung disebut Kiai Sapu Jagad.

Zodiak ini sangat dipuja sebagai salah satu dari dua roh penjaga kerajaan, bersama Ratu Kidul. Pandangan Diponegoro tentang tanda-tanda murka Tuhan juga dianut oleh banyak orang sezamannya.

Sang pangeran juga percaya dengan ramalan Raja Kediri yang terkenal, Joyoboyo: Sebelum munculnya Ratu Odil Jawa, selalu tergambar abu, gempa bumi, kilat, petir, hujan lebat, angin kencang, gerhana matahari, dan gerhana matahari.

Wabah kolera tahun 1821 yang menyebabkan harga beras meroket dan mengganggu tatanan sosial, mudah dikaitkan di benak masyarakat awam dengan masa-masa gila menjelang kedatangan Ratu Odil.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *