Terdapat 4 srikandi kerajaan Mataram kuno yang mengisi jabatan penting di bawah kepemimpinan Mpu Sindok. Keempat wanita inilah yang membuat kerajaan Mataram kuno terkenal.

Keempatnya adalah Sriprameshwari, Rakaran Binihaji, Samgat Anakbi dan Sri Maharaja dari Ebuni Paduka. Sosok Sri Prameswari merupakan permaisuri raja atau ratu. Konon ia sedang bersama raja ketika mengeluarkan perintah untuk membatasi tanah Demak.

Bertahun-tahun sebelumnya, dalam prasasti Cungkrang II tahun 851 Saka, raja memerintahkan renovasi Sang Hang Prasad Silulung. Inilah bangunan suci tempat bersemayamnya Bapak Rakrayan Binhaji Sri Parameswari Dayah KB atau dikenal juga dengan Rakrayan Sri Parameswari Sri Vardhani Dayah KB.

Dikutip dari biografi Airlangga Raja Abadi XI pembaharu Jawa yang ditulis oleh Nini Susanti, sedangkan Rakryan Binhaji adalah istri raja yang bukan permaisuri, yakni selir. Pangkatnya setara dengan Permaisuri, Putra Mahkota, dan putra Raja lainnya.

Namanya Rakrian Binihaji Rakaran Mangibil yang disebut-sebut sebagai orang yang memerintahkan pembangunan bendungan di tiga desa yakni Desa Kahulunan, Wewatan Wulas dan Wewatan Tamyana Rama di Wulig Pangiketan.

Kepribadian Rakrayana Binihaji adalah seseorang yang memerintahkannya untuk tidak berani mengganggu siapapun. Sehingga masyarakat bisa menangkap ikan siang dan malam.

Sedangkan sosok Ibu Paduka Sri Maharaja adalah ibunda raja. Namanya disebutkan dalam Prasasti Jayapatra, yaitu prasasti yang menegaskan hukum desa Vahru yang telah lama dihuni.

Tokoh Rakrayan Anakbi dan Samgat Anakbi, kata Anakbi berarti permaisuri atau permaisuri, sehingga sama-sama Rakrayan Anakbi dan terdapat di antara barisan Rakai dan Samgat Sarangan dalam prasasti Sarangan. Dalam silsilah pejabat pada masa kerajaan Mataram Kuno, rakriyaan berarti pejabat tingkat dua yang kedudukannya di bawah raja dan rakai.

Kemudian sosok Samgat Anakbi Daya Pendel disebutkan dalam Prasasti Cincin Tahun 851 Shaka. Dari gelar yang melekat pada namanya, ia pastilah seorang pejabat agama atau pengadilan. Sebanyak yang diterima raja, ia menerima lima keping emas.

Namun keberadaan tokoh perempuan dalam tataran perempuan sudah ada jauh sebelum masa pemerintahan Mpu Sindok. Sejak masa pemerintahan Raja Rakai Kayuwangi sekitar tahun 802 Saka, perempuan banyak menduduki jabatan penting, misalnya merhang atau pengurus bangunan suci, petugas hular atau pengairan, tuha banua atau pejabat pemerintahan desa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *