JAKARTA – Kitab Nagarakretagama pernah menjadi rujukan sejarah utama perjalanan sejumlah kerajaan besar di Pulau Jawa, yakni kerajaan Kediri, Singasari, dan Majapahit.

Ketiga kerajaan ini kemudian menjadi kerajaan yang disegani di nusantara, beberapa di antaranya memiliki wilayah hingga Semenanjung Malaya, yang kini menjadi bagian Malaysia.

Namun apa isi Nagarakretagama, acuan sejarah yang utama. Nagarakretagama sangat menggambarkan kehebatan Dyah Khayam Vuruk Sri Rajasanagara pada khususnya dan kehebatan negara Majapahit pada umumnya.

Nama Nagarakretagama mewakili sejarah perkembangan negara. Karya ini menggambarkan kehebatan negara Majapahit dan raja-rajanya dari Pupuh ke-1 hingga Pupuh ke-93, karena kerajaan Majapahit dianggap sebagai kelanjutan dari kerajaan Singasari (1222-1292).

Tak heran, Nagarakretagama juga memuat sejarah raja-raja mulai dari Raja Rajasa pendiri Singasari hingga Raja Kertanagara raja terakhir Singasari, sebagaimana dikutip dalam buku Tafsir Sejarah Nagarakretagama karya Sejarawan Profesor Slamet Muljana. Pupuh Nagarakretagama meninggal pada tahun 1292 tercatat sebagai pupuh 40 -49.

Atas dasar ini, judul Nagarakretagama, yang hanya disebutkan pada kolofon, lebih berpengaruh dibandingkan judul Dechavarnnana, atau “deskripsi desa”, yang disarankan oleh penciptanya sendiri. Hingga saat ini, belum diketahui nama komposer yang akan memerankan Prapanka.

Menurut pengakuannya, dia adalah anak dari Dharmadyaksa Kasogota. Ia diangkat oleh Sri Rajasanagara sebagai penerus ayahnya.

Nama tersebut terdiri dari lima aksara Pancaksara. Alasan pembukaan kedoknya dijelaskan dalam karya penyair Lambang, yang dimulai sebelum komposisi Nagarkrethaga dan baru selesai setelahnya.

Dalam Pupuh 13 diceritakan bahwa sang penyair sengaja menggunakan nama samaran dan tinggal di desa yang sepi karena takut nama aslinya diketahui.

Dia akan tinggal di sana sampai akhir hayatnya. Nama Prapanca tidak pernah disebutkan dalam prasasti manapun sebagai nama Dharmadyaksa Kasogathan. Oleh karena itu, perlu dicari nama yang benar.

Akibat ambiguitas ini, nama ayah penyair adalah Dang Acharya Nada. Sentuhan berdasarkan nama Winada yang disebutkan dalam Nagarakretagama pupuh 96 tidak pernah terbukti.

Di mana dan dalam keadaan apa penyair mengarang Nagarakretagama, beberapa ahli sejarah berpendapat perlu dikaji dengan cermat karena dapat mempengaruhi karakter sastra Nagarakretagama dan mengubah pandangan sejarah.

Hingga saat ini, anggapan yang berlaku adalah karya tersebut ditulis oleh penyair Sri Rajasanagara dalam kapasitas dharmmadyaksa kasogota atas permintaan atau kehendak Sri Rajasanagara. Akibatnya, Nagara-kretagama dicirikan sebagai kakavin fungsional yang bekerja hanya untuk kesenangan raja.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *