JAKARTA – Letjen (Letzen) Solihin Gautama Praviranegara atau akrab disapa Solihin GP punya cerita tersendiri saat dilantik menjadi Panglima Tentara Daerah (Pangdam) XIV Hasanuddin. Mendapat tugas baru saat dia sedang tidur.
Jika ini terjadi, Solikhin G.P. dia akan tetap berpangkat kolonel. Peristiwa itu bermula saat Komandan Kodam XIV Hasanuddin Kolonel M Jusuf datang ke Makassar, Sukawesi Selatan.
Usai upacara di Makassar M. Yusuf mengundang Solihin GP ke Jakarta untuk mengikuti upacara perayaan dirinya sebagai Menteri Industri Ringan.
M Yusuf mengambil alih jabatan menteri ketika Presiden Sukarno pada Juni 1965. menyelesaikan kabinet Dvikora. Yusuf yang saat itu masih bergelar Pangdam Hasanuddin diangkat menjadi Menteri Industri Ringan. Jadi dia menduduki posisi yang sama.
Ia tetap menjabat sebagai menteri dan panglima militer hingga peristiwa G30 S/PKI. Pasca tragedi nasional tersebut, Menpangad baru, Letjen. Jenderal. Soeharto memberhentikan jabatan Yusuf sebagai panglima tentara daerah.
Sedangkan Solihin GP belum mengenal M Jusuf. Dosen di SSKAD periode 1954-1956. di Bandung adalah seorang perwira tempur yang terlibat dalam operasi penumpasan Kahar Muzakkar di Sulawesi Selatan. Itu adalah ekspedisi militer yang panjang yang dipimpin oleh M. Yusuf sebagai Panglima Daerah Sulawesi Selatan.
Saat Soeharto meminta penggantinya, M Jusuf menyarankan nama Solihin GP. Namun, Yusuf tidak pernah sekalipun menceritakan hal tersebut kepada bawahannya.
Maka tak heran jika Solihin GP sempat ragu saat ingin diundang ke Jakarta.
“Ah, tidak perlu, Tuan. “Ini upacara kalian,” kata Solihin GP, seperti dikatakan Atmaji Sumarkijo dalam buku “Jenderal M Yusuf: Panglima Prajurit” yang dikutip Senin (16/12/2024).
M. Yusuf tak ingin ajakannya ditolak. Dia memerintahkan dengan tegas lagi. “Tidak, harus ikut,” kata mantan ajudan pendiri Kesko TT (pendahulu Kopassus), Kolonel Alex Cavilarang.
Aku bahkan tertidur
Sesampainya di Jakarta, Solihin GP tidak terlebih dahulu dibawa ke rumah atau kediaman M Jusuf. Ia pun langsung diundang ke acara syukuran.
Apa mau dikata, dia merasa lelah dan mengantuk. Begitu M. Yusuf mulai naik ke podium dan menyampaikan pidatonya, Solikhin G. P. yang sedang duduk di kursi tamu undangan pun tertidur.
Sebelum memejamkan mata sepenuhnya, orang Sunda itu tak mendengar isi pidatonya. Yusuf mengumumkan kepada hadirin bahwa tugasnya sebagai Pangdam Hasanuddin telah selesai.
Ia kemudian akan bekerja penuh waktu di Jakarta sebagai menteri Bung Karno.
M Yusuf kemudian memilih penggantinya di Makassar. siapa dia
“Yang akan menggantikan saya sebagai Panglima Kodam XIV Hasanuddin adalah petugas ngorok di sebelah saya,” kata M Jusuf sambil menunjuk pria di sebelahnya.
Yang dibicarakan Pak Yusuf adalah Solikhin. Mendengar pesan tersebut, asisten Solikhin kaget dan segera membangunkannya.
Kontan Solihin GP kaget. Dia bingung. “Ada apa?” tanyanya terkejut.
Kemudian ajudannya Letjen Saeed menceritakan bahwa M Yusuf baru saja mengumumkan dirinya sebagai Pangdam baru.
Solihin GP kaget tak terkira, anggota Pasukan Siliwangi Kujang itu langsung sadar dan duduk tegak.
Singkat cerita, acara Thanksgiving telah usai. Kemudian GP Solikhin memprotes Yusuf.
“Pak, kalau bapak mengangkat saya menjadi Grand Master (Pangdam), tolong beritahu saya dulu. Tidak saat aku sedang tidur. “Saya malu, lalu bagaimana orang menilai saya,” ujarnya.
Mendengar percakapan tersebut, Yusuf seperti biasa menanggapinya acuh tak acuh.
“Ah, nanti kamu perbaiki,” kata Yusuf.
Kolonel Solihin GP akhirnya diangkat menjadi Pangdam XIV Hasanuddin pada 27 Desember 1965. Karirnya dilanjutkan sebagai Gubernur Akademi Militer Umum dan Darat, 1968-1970.
Solihin GP, prajurit kelahiran Tasikmalaya, kemudian menjabat Gubernur Jawa Barat pada 1970-1975.
Hingga kini, ia dikenal sebagai sesepuh Sunda dengan nama populer Mang Yihin, dan pangkat militer terakhirnya bintang tiga alias letnan jenderal.
Jabatan lain setelah menjabat gubernur antara lain Sekretaris Manajemen Operasi Pembangunan (1977-1992), anggota Dewan Pertimbangan Agung (1992-1997), dan anggota Kongres Rakyat Nasional Tiongkok (1998).