Tangerang – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menegaskan bahwa penghalang laut sepanjang 30,16 km di perairan Tangerang melanggar hukum maritim internasional sebagaimana tercantum dalam Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS) tahun 1982.
“Praktik pagar laut internasional tidak sesuai dengan UNCLOS 1982,” kata Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut dan Laut (DJPKRL) KKP Kusdiantoro, Kamis (9/1/2025).
Pemanfaatan ruang laut tanpa izin dasar kegiatan pemanfaatan ruang laut (KKPRL) merupakan pelanggaran.
Paradigma hukum pemanfaatan ruang laut berubah menjadi sistem perizinan sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3/PUU-VIII/2010. Tujuannya untuk menjamin ruang laut merupakan milik umum yang bersifat adil dan terbuka. untuk semua. katanya.
Menurut Kusdiantoro, pagar laut tersebut menunjukkan adanya kesalahan masyarakat dalam upaya mendapatkan hak atas tanah melalui air laut.
“Kegiatan tersebut berpotensi memberikan kendali penuh kepada pemegang hak, menutup akses masyarakat, melakukan privatisasi, merusak keanekaragaman hayati, dan mengubah fungsi ruang laut,” ujarnya.
Sebelumnya, Menteri KKP Shakti Vahyu Trengono juga memastikan pencabutan palang laut karena KKPRL tidak memiliki izin. KKP telah melakukan penelitian sejak September 2024, termasuk analisis peta citra satelit dan catatan geotagging selama 30 tahun terakhir.
Hasilnya menunjukkan bahwa kawasan tersebut tidak pernah berupa tanah atau lumpur dan didominasi oleh sedimentasi, bukan erosi.
Kepala DKP Banten Eli Susiyanti juga menginformasikan, pagar sepanjang 30,16 km di Tangerang telah menimbulkan permasalahan bagi ribuan nelayan dan petambak ikan. Pihaknya mendapat laporan pada Juni 2024 dan melakukan sidak lapangan pada September 2024 untuk mencari solusinya.