JAKARTA – Inspektur Tata Kota Yayat Supriyatna menilai aksi hooliganisme yang terjadi di pasar, khususnya Pasar Tumpa, Jalan Raya Merdeka, Bogor Tengah, merupakan bentuk instabilitas aparat. Dampaknya, masyarakat tidak lagi percaya pada aparat penegak hukum.

“Adanya pungutan liar merupakan bukti tidak memadainya tata kota dan tidak memadainya pemanfaatan ruang publik, karena di kota terdapat kategori ekonomi bawah tanah yaitu bisnis ekonomi yang pada kenyataannya merupakan kebutuhan kelompok informal yang terpinggirkan karena keterpurukannya. kekurangan sumber daya,” kata Yayat, Minggu (17/11/2024).

Menurut dia, kehadiran preman berlatar belakang rasa berkuasa. Oleh karena itu, konflik horizontal sering terjadi di pasar yang merupakan pusat perekonomian.

“Karena mereka berebut layanan keamanan dan parkir, yang terjadi ketika kekuatan non-negara menguasai kota. Harusnya aparat mengambil tindakan, tapi alasannya karena tidak punya anggota, kekurangan anggaran, atau kurang kreatif,” ujarnya. katanya

Jika hal ini terus berlanjut, maka akan berdampak pada hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap pihak berwenang. Itu sebabnya masyarakat enggan melaporkan hal ini ke aparat penegak hukum.

“Ada masalah ketidakpercayaan, runtuhnya kepercayaan masyarakat terhadap negara. Jika negara tidak ada, kepercayaan akan hilang. “Ketidakpercayaan yang timbul, dan selanjutnya jenis penipuan, tergantung kepercayaan yang dibangun oleh pemilik ruang. Kekuasaannya, misalnya penegakan hukum terhadap stafnya,” ujarnya.

Warga Ancam Hancurkan Pasar Tumpa Warga Bogor tengah marah dengan keberadaan Pasar Tumpa. Mereka mengancam akan membubarkan diri jika tidak dikejar polisi.

“Kalau polisi dan Satpol PP tidak mau bertindak, kami akan bongkar sendiri,” kata Dadang Sudrajat, warga sekitar.

Beberapa waktu lalu ada rencana untuk menghancurkannya. Namun rencana ini tertunda karena baru akan dilaksanakan setelah pilkada.

“Mereka bilang ini akan membuat situasi tidak menguntungkan, tapi kalau situasi menguntungkan maka justru harus dihentikan,” ujarnya.

Hasan, warga Chivaringin, menambahkan, alasan diadakannya pilkada hanya untuk membuat masyarakat lupa. Oleh karena itu, rencana pembongkaran tidak pernah dilaksanakan.

Jika kita berbicara tentang memberikan keamanan yang baik menjelang pilkada, di manakah aparat penegak hukum pada periode tersebut? Protes ini telah berlangsung sejak tahun 2020 dan bahkan geng-geng pun melakukan perlawanan terhadap mereka.

Hooliganisme Warga Sivaringin Rahmat lainnya meminta Kapolri, Jaksa Penuntut Umum, dan Presiden Prabowo Subianto turun tangan. Aksi para pelaku kejahatan ini meresahkan warga dan pedagang.

“Saya mohon Pak Prabowo mendengarkan keluh kesah kami sebagai warga. Hingga saat ini aparat penegak hukum belum berani membongkar bangunan di Jalan Merdeka tersebut. Gedung ini jelas melanggar IMB, karena dijadikan markas penjahat, – kata Rahmat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *