JAKARTA – Persatuan Pengusaha Indonesia (Epindo) menyebut ada empat perubahan aturan ketenagakerjaan dalam 10 tahun terakhir, termasuk uji materiil atas tidak adanya koordinasi antara Undang-Undang (UU) Cipta Kerja dan UU Ketenagakerjaan Nomor 13. 2003.
Bob Azam, Kepala Operasional Apindo, mengatakan perubahan peraturan ketenagakerjaan di Indonesia menjadi perhatian besar para pengusaha karena diyakini akan berdampak pada kinerja bisnis investasi.
“Nah, catatan kita, kalau perubahan ini terjadi, maka itu adalah perubahan yang keempat dalam 10 tahun. Jadi bisa dibayangkan dalam 10 tahun kita akan mengubah aturan tertulis sebanyak empat kali, itu akan merusak wajah kita di dunia. Tentang perdagangan dan investasi,” kata Bob kepada wartawan.
Dunia usaha akan berpikir dua kali untuk berinvestasi di Indonesia jika peraturan terus berubah. Bob mengatakan, industri tekstil dan produk tekstil (TPT) kerap melakukan kontrak jangka panjang sehingga selalu memperhatikan ketentuan yang berlaku.
“Dalam dunia bisnis dan investasi, bagaimana kita bisa berinvestasi jika aturannya berubah setiap dua tahun sekali,” ujarnya.
“Khususnya di industri padat karya, industri TPT kita harus melakukan kontrak jangka panjang 3 tahun, 4 tahun, tapi sulit jika undang-undangnya berubah setiap 2 tahun,” jelasnya.
Sekadar informasi, Mahkamah Konstitusi pada Kamis (31/10/2024) mengizinkan pengujian sebagian Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
Gugatan yang terdaftar dengan nomor berkas 168/PUU-XXI/2023 ini mengubah beberapa aturan di dunia kerja, seperti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 tentang Gaji.
Apindo menyatakan berkomitmen mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi terkait uji materi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Cipta Kerja atau UU Cipta Kerja. Meski demikian, Apindo meminta pemerintah tetap menetapkan upah minimum provinsi tahun 2025 sesuai ketentuan UU Cipta Kerja yang berlaku sebelum Putusan Mahkamah Konstitusi No. 168/PUU-XX1/2023 tanggal 31 Oktober 2024.