TEMPO.CO , Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum mengusut dugaan penggelapan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS). Menurut Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu, pihaknya belum menerima laporan tersebut.
“Kami sejauh ini belum menyelidikinya, tapi mungkin masih di PLPM (Direktorat Pelayanan Pengaduan Masyarakat) karena biasanya kalau ada informasi yang masuk seperti ini, diminta melengkapinya dulu,” kata Asep Guntur di RED. dan Gedung Putih, Jakarta Selatan, Selasa 8 Oktober 2024.
Acep Guntur tak menampik, tidak adanya unsur gratifikasi dan suap dalam kasus PPDS menjadi alasan mengapa laporan tersebut tidak dilanjutkan ke penyidikan.
Menurut dia, Pasal 11 UU Pemberantasan Korupsi mengatur tentang Panitia Nomor. Klausul tentang kerugian negara paling sedikit Rp.
Jadi kita cek dulu, produk atau barangnya apa, kerugiannya berapa? Tidak membatasi, tapi banyak kasus yang bisa dibagikan ke aparat penegak hukum lainnya, ujarnya.
Oleh karena itu, kata Asep Guntur, kasus PPDS direkomendasikan agar ditangani kepolisian dan kejaksaan, karena KPK saja tidak bisa menangani korupsi. Atau mungkin, menurutnya, kasus tersebut sudah ditangani aparat penegak hukum lainnya. Katanya: “Kami jelas, saya tidak punya kasus ini di Direktorat Penyidikan.
Asep Guntur juga tidak menampik KPK punya prioritas dalam penanganan kasus tersebut. Misalnya ada dua kasus yang merugikan negara Rp1 miliar dan Rp1 triliun, maka KPK akan menangani kasus yang lebih besar terlebih dahulu.
Untuk kasus lainnya, menurut dia, akan berinteraksi dengan aparat penegak hukum lain seperti Polri. Untuk kasus PPDS ini, Asep akan menanyakan apakah sudah ada laporan yang disampaikan ke PLPM dan jika iya, bagaimana statusnya?
Sebelumnya, Kementerian Kesehatan mendakwa adanya dugaan permintaan pengalihan uang di luar biaya pendidikan resmi kepada mahasiswa PPDS anestesi Universitas Diponegoro, Dr. Aulia Risma yang ditemukan tewas. Permintaan uangnya Rp20 juta hingga Rp40 juta per bulan, kata Juru Bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril dalam keterangannya, Minggu, 1 September 2024 di Jakarta.
Syahril mengatakan, berdasarkan keterangannya, permintaan tersebut tetap berjalan karena almarhum masih duduk di bangku pendidikan semester satu atau sekitar Juli hingga November 2022.
Auliya Risma diangkat sebagai bendahara kelas yang tugasnya memungut biaya dari teman-teman sekelasnya kemudian membiayai kebutuhan non-akademik kakak kelas. Kebutuhan non-akademik tersebut antara lain membayar penulis lepas untuk menulis naskah akademis senior, membayar gaji OB, dan berbagai kebutuhan senior lainnya.
“Biaya ini menjadi beban yang sangat besar bagi almarhum dan keluarganya. Faktor inilah yang diyakini menjadi pemicu pertama almarhum merasakan tekanan dalam studinya karena tidak menyangka akan dikenakan biaya sebesar itu,” ujarnya.
Syahril mengatakan, bukti dan keterangan mengenai permintaan uang selain biaya pendidikan telah diserahkan ke polisi untuk diproses lebih lanjut. “Penyidikan terkait dugaan perundungan masih diproses Kementerian Kesehatan bersama kepolisian,” ujarnya.
Sementara itu, Polda Jateng menindaklanjuti temuan dugaan perundungan di PPDS Undip. Koordinasinya terkait peristiwa kematian dan laporan perundungan terhadap mahasiswa PPDS Undip, kata Kabid Humas Polda Jateng Kombes Artanto, di Semarang, Jumat.
Artanto mengatakan, hasil pemeriksaan Kementerian Kesehatan akan diperiksa oleh laboratorium forensik. Dia mengatakan, sudah ada lebih dari 10 saksi yang diperiksa, mulai dari keluarga korban hingga rekan bisnis korban.
Menurut dia, polisi juga terbuka menerima laporan adanya dugaan hooliganisme terkait meninggalnya Auliya Risma. “Bisa hubungi Kemenkes atau kepolisian. Yang bicara pasti kami lindungi,” ujarnya.
Pilihan Redaksi: Profil Gubernur Kalsel Sahbirin Noor dan Paman Haji Isam yang Ditetapkan Jadi Tersangka KPK
Dr Aulia Risma diduga di-bully oleh atasannya di program PPDS Undip. Baca selengkapnya
Kementerian Kesehatan mengurangi jumlah kematian akibat PTM melalui layanan berhenti merokok, dan meningkatkan upaya promosi kesehatan. Baca selengkapnya
Di akhir masa jabatannya, Jokowi masih sibuk. Saat ini ia menandatangani nama pimpinan dan pengawas KPK serta mengusulkan Muhammad Herindra sebagai Kepala BIN. Baca selengkapnya
Alexander Marwata mengatakan, Iko Darmanto melewati pintu belakang KPK karena tak mau mengungkap identitasnya. Baca selengkapnya
Alexander Marwata kemudian menyampaikan kepada Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri akan bertemu Eko Darmanto. Baca selengkapnya
Konsul tenaga kesehatan Indonesia melaporkan dugaan malpraktik tersebut ke Kementerian Kesehatan hingga Ombudsman. Baca selengkapnya
Mantan penyidik KPK Kadambari Basvedan mengatakan KPK tidak perlu menunggu praperadilan untuk mengusut tersangka seperti Sahbirin Noor. Baca selengkapnya
Mantan Pimpinan KPK Busyro Muqoddas meminta Presiden terpilih Prabowo Subianto membuat Perpu untuk mengembalikan UU KPK yang lama dalam waktu 100 hari kerja. Baca selengkapnya
Eddy Hiarije adalah satu dari puluhan calon yang dilantik oleh Presiden terpilih Prabowo Subianto untuk menjadi wakil menteri dan calon ketua umum. Baca selengkapnya
Menurut pengacara Komisi Pemberantasan Korupsi Wawan Yunarwanto, ada perbedaan pendapat antara jaksa penuntut umum dan hakim terkait ganti rugi pidana yang diberikan kepada Ghazalba Saleh. Baca selengkapnya