JAKARTA – Direktur Tempat Pemungutan Suara (KPPS) TPS 28 Pinang Ranti, Jakarta Timur diberhentikan sementara setelah memerintahkan petugas keamanan segera memilih surat-surat yang tidak terpakai. Hasil verifikasi menunjukkan seluruh suara jatuh ke tangan dua calon Gubernur dan Wakil Gubernur nomor urut 3 Pramono Anung-Rano Karno (Pram-Doel).
Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti menilai pendekatan ini merupakan hal baru. Sebab, menurutnya, ada kecurangan yang dilakukan pada Pilpres 2024, sehingga Bivitri tidak heran dengan kasus kecurangan yang terjadi di setiap ajang pemilu.
Dia percaya bahwa setiap penipu terorganisir atau diperintahkan. Dan menurut saya itu tindakan penyalahgunaan kekuasaan, karena pejabat butuh nasehat, mereka tidak bisa mengambil tindakan sendiri, kata Bivitri yang mengikuti diskusi di Jakarta, Senin (2/12/). 2024).
Ia pun meyakini pelaku pembunuhan KPU Jakarta itu dibujuk seseorang sehingga ia memilih suara Pram-Doel. “Pelecehan itu sesuatu, tapi biasanya dilakukan dengan politik finansial, yaitu saya tahu dari teman-teman saya bahwa membayar para pekerja ini untuk memilih kata-kata adalah hal yang wajar,” katanya.
Ia pun membeberkan pola umum kecurangan di setiap pemilu. Pertama, agen dibayar atau disuruh orang lain untuk melakukan penipuan. “Jadi katanya itu katanya, tapi perlu penelitian lebih lanjut ya, dia mengeluarkan sejumlah uang ke dalam air, banyak, dan dia ingin mendapat divisi yang banyak,” kata Bivitri.
Dia khawatir hal itu terjadi di Pilkad Jakarta. Kandidat nomor 1, 2, dan 3 juga mendapat persentase suara. “Nah, sayangnya kalau pilkada, khususnya Jakarta, tidak cukup sampai dua putaran saja ya? Nah kalau quick count selisihnya kecil.
“Itulah mengapa penting untuk melihat bukti-bukti tersebut,” kata Bivitri.
Oleh karena itu, ia selalu mengajak seluruh pihak yang menolak untuk datang ke TPS. Namun surat suara tersebut tidak sah. Sebab jika kelompok sayap kiri tidak datang ke tempat pemungutan suara, maka suara mereka sangat rentan disalahgunakan oleh aparat.
“Jadi kalau saya ngobrol dengan teman-teman, saya ingin bilang, datanglah kalau ingin memilih semua, tapi jangan datang atau tidak akan ada yang datang,” ujarnya.
Dia meminta kecurangan tersebut dilaporkan ke Komisi Pemilihan Umum (Bawaslu). Dengan begitu, kecurangan bisa dilanjutkan dengan proses hukum selisih suara di Mahkamah Konstitusi (MK). “Jadi nanti kalau dijadikan faktor MK dalam memperdebatkan hasil, mungkin ada maknanya,” tutupnya.