JAKARTA – Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) terkuak di Kota Tangerang melalui rezim Mail Order Bride dengan warga negara Tiongkok. Korbannya berasal dari masyarakat miskin yang tertarik pada uang.
Direktur Reserse Kriminal Polda Metro Jaya Kompol Weera Satya Triputra mengatakan, pihaknya menangkap dua tersangka yakni H alias CE (36), perempuan dan N alias A (56), laki-laki di Terminal C3 Sukarno Hatta. Bandara, Tangerang, Banten, Pajang, Benda, Kota Tangerang, Banten, 10 November 2024.
Keduanya saling mengenal karena tersangka H bekerja sebagai sopir pribadi tersangka H. Dan sang suami datang ke China.
N kemudian melamar korban RD dan AA untuk menikah dengan pria Tionghoa dengan janji mahar Rp 100 juta dan perhiasan, kata Weera dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat (6/12/2024).
Selanjutnya, setelah korban bersedia bertemu dengan pria Tionghoa tersebut di kediaman N di Semarang, para korban langsung berencana mengadakan pesta sirih dalam pertemuan tersebut. “Para korban memberikan surat perjanjian untuk ditandatangani dalam bahasa China, sesuai isi surat tersebut, jika korban membatalkan maka harus membayar biaya dan ganti rugi,” kata Weera.
Setelah itu, tersangka N memberikan mahar sebesar 100 juta IR kepada orang tua korban, dan pada 6 Oktober 2024, korban A.A. dan korban R.D pada tanggal 13 Oktober 2024 mengadakan upacara sirih.
“Usai pernikahan, Tersangka H memesankan tiket pesawat untuk korban RD yang akan berangkat pada 10 November 2024 dan korban AA pada 20 November 2024,” kata Vira.
Selain itu, pada Minggu 10 November pukul 07.00 WIB, penyidik mendapat informasi dari Bagian Imigrasi Bandara Soekarno Hatta mengenai dugaan perdagangan manusia melalui pos.
“Setelah itu penyidik melakukan penyelidikan terhadap tempat yang diduga akan diberangkatkan calon pengantin ke China. Setelah melakukan penyelidikan, penyidik menangkap empat orang dan meminta keterangan,” ujarnya.
Setelah penyidik melakukan evolusi, wilayah Bandung, Jawa Barat, tempat asal korban menjadi pihak yang membantu dalam proses memikat calon pengantin. Oleh karena itu, penyidik melakukan pengawasan dan penyidikan di Ciparay, Bandung, Jawa Barat, berdasarkan laporan para korban saat pertama kali direkrut, kata Weera.
Kejadian serupa juga terjadi di kawasan Pejaten Barat, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Dalam laporan lainnya, polisi menangkap tujuh tersangka.
Wira menjelaskan, para tersangka mempunyai peran masing-masing yakni MW alias M (28), perempuan yang mensponsori WNI yang tinggal di China, LA (31), Y alias I (44), RW alias CL (34), ketiganya merupakan pelaku. Sama-sama perempuan dan AS alias E (31) laki-laki, keempatnya berperan sebagai sponsor yang mencari dan menempatkan calon pengantin di Indonesia.
Kedua tersangka BHS alias B (34) dan NH (60) kemudian berperan mengelola identitas palsu anak korban hingga dewasa, ujarnya.
Pekerjaan di Jakarta Selatan ini dimulai pada tahun 2018. Tersangka MW dan LA berteman saat sama-sama bekerja sebagai tenaga kerja wanita (TKW) di China.
“Jadi, tersangka MV yang saat itu tinggal bersama suaminya di Tiongkok dan merupakan tetangga ZJ, merupakan warga negara Tiongkok. Kemudian ZJ meminta untuk mencari perempuan asal Indonesia,” demikian isi laporan tersebut. – kata Vira. .
Tersangka MW meminta tersangka LA mencarikan perempuan WNI untuk dinikahi saksi ZJ dengan menjanjikan bayaran Rp 5 juta. Setelah itu, tersangka pelaku L.A mengirimkan pesan kepada korban V melalui pesan Whatsapp untuk mengajak korban menikah dengan warga negara Tiongkok.
“Setelah korban V siap menikah, saksi ZJ menginformasikan kepada tersangka MW bahwa mahar nominalnya sebesar 30.000 yuan/yuan atau sekitar Rp 60 juta, dan ZJ langsung mengiyakan dan langsung memberikannya kepada MW,” kata Weera.
Tersangka MW merupakan warga negara Tiongkok lainnya, saksi Z.R. diinterogasi lagi, dia juga ingin mencari pacarnya di Indonesia. MW kemudian menemukan korban lain berinisial MN yang usianya lebih muda dari temannya yang berinisial Y.
MW dan ZJ kemudian datang ke Indonesia untuk menemui guest house V dan MN dengan tujuan untuk mengenal korban V dan melangsungkan pernikahan informal di Indonesia. “Mereka kemudian berencana mengadakan pernikahan informal yang diatur oleh tersangka di LA,” kata Weera.
Namun, sebelum pernikahan tidak resmi tersebut, polisi menerima informasi tentang kejahatan perdagangan yang disebut “pengantin pos” dan menangkap V, M.N., M.V., L.A., Y. dan Z.J.
“Setelah itu penyidik melakukan penyelidikan di tempat dugaan pengiriman kedua pengantin remaja B dan MN ke China,” kata Vira.
Selain itu, polisi juga menangkap dua tersangka berinisial BHS yang membantu korban V mendapatkan visa untuk menikah dengan ZJ di China, namun hasilnya tidak berhasil. NH kemudian membantu pembuatan akta kelahiran dan ijazah palsu untuk dinikahi korban MN.
Mulai saat ini, para tersangka akan dikenakan Pasal 4 atau Pasal 6 sesuai Pasal 10 UU TPPO Nomor 21 Tahun 2007 dan terancam pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.