JAKARTA – Pendidikan dan kesehatan menjadi dua dari sedikit barang yang akan dikenakan pajak, dan pajak pertambahan nilai (PPN) akan dinaikkan dari 11% menjadi 12%.

Rencana tersebut menimbulkan banyak desas-desus di antara banyak komunitas. Padahal, jasa pendidikan dan kesehatan yang dikenakan PPN 12% tergolong premium. Sekolah dan rumah sakit umum yang umumnya melayani masyarakat belum mengalami peningkatan kasus.

Layanan pendidikan tinggi mengacu pada hal-hal seperti sekolah internasional, dan layanan kesehatan premium adalah layanan kesehatan VIP yang sebelumnya dibebaskan dari PPN atau dikenakan tarif yang lebih rendah. Dengan demikian, penerapan PPN 12% merupakan langkah strategis untuk menyeimbangkan beban pajak PPN.

Peraturan PPN di bidang pendidikan tinggi dan pelayanan kesehatan mempunyai dampak yang signifikan

Menurut Ekonom Josua Pardede, Kepala Ekonom Permata Bank, kenaikan PPN atas layanan pendidikan tinggi dan kesehatan sebesar 12% akan berdampak signifikan terhadap konsumen dengan daya beli tinggi.

Joshua mengatakan kepada situs MNC: “Mahalnya biaya akan mengurangi permintaan layanan oleh orang kaya. , Selasa (24/2024).

Menurut dia, penerapan PPN atas pelayanan prima sebenarnya mencerminkan prinsip keadilan dan gotong royong. “Dengan lebih banyak kontribusi dari kelompok masyarakat, kami dapat mendukung belanja sosial seperti subsidi energi dan bantuan pangan untuk keluarga berpenghasilan rendah,” kata Joshua.

Sekolah internasional dan lembaga pendidikan berbiaya tinggi mungkin berada di bawah tekanan untuk menaikkan harga lebih lanjut atau mengupayakan efisiensi internal agar tetap kompetitif, Pardede menambahkan. Di sisi lain, beban pajak mendorong orang tua mencari alternatif pendidikan yang lebih murah.

Demikian pula, layanan medis untuk orang-orang VIP, seperti perawatan di rumah sakit kelas atas, memerlukan biaya lebih tinggi, sehingga dapat mengurangi jumlah pasien pada populasi kaya.

“Namun, efek ini diimbangi oleh permintaan yang elastis di segmen yang sangat baik. “Pengenaan PPN 12% atas pelayanan berkualitas di bidang pendidikan dan kesehatan dimaksudkan untuk meningkatkan pendapatan pemerintah dengan mendistribusikan kembali pendapatan pajak kepada masyarakat terkaya,” kata Joshua.

Dampak terhadap inflasi dan konsumsi diperkirakan akan minimal karena kebijakan yang ditujukan pada inflasi yang tinggi. Namun, sektor pendidikan tinggi dan layanan kesehatan harus beradaptasi agar tetap kompetitif dalam menghadapi kenaikan biaya.

Dalam keterangan resmi, Minggu (22/12/2024), Direktur Jenderal Pertimbangan, Pelayanan, dan Humas Pajak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Devi Astuti mengatakan, DJP masih melakukan diskusi dengan beberapa pihak. 12 Pajak. PPN di perguruan tinggi dan sekolah internasional.

Menurut dia, Kementerian Keuangan akan membahas secara matang spesifikasi atau batasan barang/jasa tersebut dengan pihak terkait. “PPN atas barang/jasa tertentu di atas harga tertentu dapat dilakukan dengan sengaja, artinya dikenakan hanya kepada orang yang sangat kaya,” kata Devi.

Menkeu: Pemberlakuan PPN 12 menjamin prinsip gotong royong

Menteri Keuangan Sri Muliani Indrawati dalam jumpa pers Paket Stimulus Perekonomian di Gedung Kementerian Perekonomian, Jakarta Pusat, Senin (16 Desember 2024), menegaskan kenaikan tarif pajak hanya berlaku untuk barang dan jasa yang mengalami penurunan. Termasuk penghargaan di bidang pendidikan tinggi, kesehatan dan kesejahteraan.

Sri Muliani mengatakan seperti dilansir kemenkeu.go.id: “Penaikan pajak pertambahan nilai dilakukan setelah adanya keterlibatan berbagai pihak termasuk Korea Utara.

Menkeu memastikan kenaikan PPN sebesar 12% yang berlaku mulai 1 Januari 2025 dan diamanatkan Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan (TLA) dimaksudkan untuk semakin menjamin prinsip gotong royong. .

“PPN sebesar 12% tersebut dikenakan pada barang-barang yang tergolong mewah, sehingga kami juga memasukkan kelompok harga barang dan jasa yang termasuk dalam kategori premium,” kata Sri Molani.

Pemerintah menyusun kenaikan PPN berdasarkan pertimbangan matang dan perhitungan rinci, berdasarkan keadilan dan ketidakberpihakan kepada masyarakat. Bias ini ditentukan oleh fakta bahwa barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat seperti sembako, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa angkutan umum, dan lain-lain dibebaskan dari PPN (PPN 0%).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *