JAKARTA – Pengamat hukum Peter S. Zulkifli berharap pemerintahan Prabowo Subianto memprioritaskan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Menurut Peter, jika sistem pendidikan dan kesehatan tidak diperbaiki, Indonesia akan sulit bersaing di tingkat ASEAN, apalagi dunia.

Ia mengatakan, pemerintah masih membutuhkan bantuan luar negeri untuk program makan gratis bagi anak sekolah. “Masyarakat kini menunggu bukti nyata dari janji besar Pak Prabowo. Akankah pemerintah mampu menjawab tantangan tersebut, ataukah visi besar tersebut akan menjadi kenyataan perekonomian global yang semakin kompleks?” (19 November 2024).

Ia mengatakan, Presiden Prabowo Subianto harus mempunyai keberanian besar untuk mengentaskan kemiskinan di Indonesia. Kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12 persen akan menjadi tantangan pertama bagi pemerintahan Prabowo untuk memenuhi janjinya.

Peter C. Zulkifli. Foto/Dokumen SINDOnews

Peter mengaku bertanya-tanya apakah kenaikan tersebut merupakan langkah awal dalam transformasi ekonomi atau merupakan langkah pragmatis dalam pengeluaran publik demi angka dalam laporan keuangan publik. Peter Zulkifli menegaskan, Presiden Prabowo mengawali pemerintahannya dengan visi besar mengentaskan kemiskinan, meningkatkan taraf hidup masyarakat, memberikan makan siang gratis, membangun 3 juta unit rumah, dan menciptakan jutaan lapangan kerja.

“Prabovo Subianto berkuasa dengan visi yang ambisius, namun janji besar seperti pemberantasan kemiskinan membutuhkan keberanian, inovasi, dan kebijakan yang pro rakyat. Apakah ini langkah awal transformasi ekonomi atau hanya langkah awal? Apakah ini ukuran pengorbanan yang sesungguhnya? Orang-orang yang melihat angka-angka di laporan keuangan nasional?” kata Peter Zulkifli.

Namun, ia menilai kebijakan tersebut merupakan langkah strategis untuk mendongkrak pendapatan negara guna mendukung tujuan ambisius Prabowo, termasuk pertumbuhan ekonomi tahunan sebesar 8%. “Di satu sisi, langkah ini dinilai bertentangan dengan janji peningkatan taraf hidup masyarakat, karena kenaikan pajak pertambahan nilai berisiko meningkatkan harga barang dan jasa di pasar, termasuk harga barang dan jasa. warga berpenghasilan rendah. Otomatis daya beli masyarakat melemah – kelompok pendapatan,” ujarnya.

Peter Zulkifli mengatakan untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 8%, anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) tahunan diperkirakan sekitar Rp 8.000 triliun, dua kali lipat dari anggaran saat ini. Namun perkiraan APBN Kementerian Keuangan (Kemenkoev) pada tahun 2025 hanya sebesar Rp 3.600 triliun.

Faktanya, jumlah tersebut tidak sepenuhnya tersedia dalam bentuk uang sungguhan. Artinya, rencana tersebut lebih dapat diprediksi daripada kenyataannya. Selain itu, laporan IMF menyatakan keraguan mengenai tujuan ini karena Indonesia masih menghadapi permasalahan struktural di sektor keuangannya.

Salah satu masalah utama adalah negara tersebut memiliki jumlah mata uang yang terbatas. “Data Bank Indonesia yang beredar hanya Rp 954,5 triliun yang menegaskan hal tersebut,” imbuhnya.

Peter Zulkifli mengatakan negara adidaya yang belajar dari Amerika Serikat ini menghadapi krisis keuangan besar pada 2008-2009. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, mereka telah mencetak uang kertas senilai 2.000 miliar dolar, yaitu sekitar Rp 30.000 triliun. Namun langkah tersebut didukung oleh faktor produksi dan proyek-proyek besar dengan potensi ekonominya.

Sayangnya, Indonesia tidak berada pada posisi tersebut, ketergantungan terhadap mata uang asing seperti dolar AS dan euro telah memberikan tekanan terhadap rupiah sehingga berdampak langsung pada penurunan sebagian besar transaksi impor dan ekspor mata uang asing. Mata uang dalam transaksi mempengaruhi kemampuan pemerintah membayar utang luar negerinya,’’ jelasnya.

Mantan Ketua Komisi Ketiga Republik Korea ini mengatakan, PPN sebesar 12 persen sangat membebani rakyat. Bahkan, dengan kenaikan pajak pertambahan nilai, Indonesia akan bergabung dengan Filipina sebagai salah satu negara dengan pajak pertambahan nilai tertinggi di ASEAN. Disepakati bahwa meskipun ada kebijakan peningkatan pendapatan nasional, dampak negatifnya langsung dirasakan oleh masyarakat, terutama kelompok berpendapatan rendah.

Di saat daya beli masyarakat terus menurun, harga barang dan jasa cenderung naik. “Jika daya beli melemah, maka tujuan pengentasan kemiskinan tidak akan tercapai. Dalam situasi seperti ini, kebijakan fiskal yang tidak ramah terhadap masyarakat akan memperparah kesenjangan ekonomi. Konsumsi dalam negeri akan menjadi penopang pertumbuhan ekonomi.” “Menambah beban bisa merusak pondasi,” katanya.

Pak Peter Zulkifli juga mengingatkan Presiden Prabowo agar memiliki keberanian, inovasi, dan kebijakan untuk membela rakyatnya guna memenuhi janjinya untuk meningkatkan kualitas penegakan hukum dan sumber daya manusia. Pemerintah perlu fokus pada peningkatan produktivitas dalam negeri, mengurangi ketergantungan pada devisa, dan meningkatkan manajemen impor dan ekspor.

“Transparansi operasional APBN harus menjadi prioritas. Anggaran sebesar 3.600 triliun pada tahun 2025 bukan sekedar angka di atas kertas, namun merupakan langkah penting dalam menerapkan kebijakan perpajakan yang adil dan ramah masyarakat,” ujarnya.

Terpisah, Peter Zulkifli menegaskan, penegakan hukum harus konsisten. Pelanggaran seperti pengumpulan uang secara ilegal (penerimaan) dan pengumpulan uang oleh lembaga penegak hukum harus dihilangkan. Karena itu, dia mendukung RUU penyitaan segera disahkan. Lebih lanjut, data Komisi Pemberantasan Korupsi Indonesia (ICW) menunjukkan, kerugian negara akibat korupsi selama delapan tahun terakhir mencapai 279,2 triliun rupiah, namun pemulihannya hanya sebesar 37,2 triliun rupiah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *