Universitas Pancasila (UP) kembali meningkatkan peringkat akademiknya dengan mengukuhkan dua guru besar baru pada Rabu (11/12). Pembukaan yang dilaksanakan dengan khidmat di Perguruan Tinggi Pancasila ini menandai sejarah baru UP dan juga menjadi Inspirasi bagi mahasiswa lainnya.
Kedua ilmuwan tersebut membenarkan bahwa itu adalah Prof. Dr. Dede Lia Zariatin, ST., MT. dan Prof. Dr. La Ode Mohammad Firman, ST. MT. Keduanya merupakan ilmuwan di bidang teknik mesin yang berhasil mengembangkan berbagai inovasi dan penelitian yang bermanfaat bagi masyarakat. Serta aktif dalam pekerjaan umum, menunjukkan kepeduliannya terhadap permasalahan yang dihadapi bangsa
Dalam sambutannya, Rektor Universitas Pancasila Prof. Bapak Marsudi Wahyu Kisworo menyampaikan bahwa pengangkatan guru besar tersebut merupakan dorongan penting bagi UP untuk terus meningkatkan kualitas pendidikan dan penelitian serta membawa manfaat yang besar bagi masyarakat.
Beliau juga mengatakan : Kesuksesan guru bukanlah akhir, melainkan awal dari pergerakan dan pembuktian diri dalam kehidupan bermasyarakat. “Inilah awal dan tantangan untuk membuktikan kehebatan kalian dalam kehidupan masyarakat,” ujarnya.
Selain itu, menurutnya, menjadi seorang guru memerlukan kerja keras dan partisipasi yang berkelanjutan di masyarakat. Ia berharap tidak hanya berkiprah di bidang akademik dan ilmu pengetahuan, namun juga berperan di masyarakat untuk kembali mengangkat harkat dan martabat masyarakat.
Perdana Menteri UP menegaskan, para profesor tetap mempunyai hak untuk mengemukakan pendapatnya sesuai dengan bidang keilmuannya yang dilindungi undang-undang. “Dalam undang-undang kita, guru besar adalah dosen yang mempunyai kebebasan akademik, artinya dia berhak mengeluarkan pernyataan dan dilindungi undang-undang,” ujarnya.
Dengan hak-hak yang luas tersebut, kata Rektor Marsudi, hendaknya para guru dapat memanfaatkannya sebaik-baiknya untuk memberikan manfaat bagi masyarakat.
Saat ini UP sendiri memiliki 33 guru besar dan 3 guru besar ke depan yang berjumlah 36 orang. Namun jumlah tersebut dinilai masih kurang dibandingkan dengan rasio jumlah guru besar di UP yang berjumlah 398 orang. Menurut Perdana Menteri, agar bermakna bagi masyarakat, rasio jumlah profesor terhadap jumlah profesor harus mencapai 20%.
“Kampus harusnya memiliki budaya keilmuan yang lebih tinggi. Budaya keilmuan yang lebih tinggi bisa tercipta jika jumlah guru besarnya 20 persen. Kalau tidak mencukupi, tidak akan berdampak besar bagi masyarakat,” ujarnya.
Oleh karena itu, ia ingin jumlah guru besar UP bisa mencapai 72 orang dalam empat tahun ke depan. Untuk mencapai hal tersebut, Presiden mengatakan banyak proyek percepatan yang telah dilaksanakan, salah satunya adalah mendorong agar guru-guru yang berkualitas dapat melamar di masa depan.
“Yang kurang akan kita bantu, lalu kita dorong guru-guru baru untuk naik kelas. Kalau guru itu tidak naik pangkat dalam waktu 4 tahun, pangkatnya mungkin tidak pantas menjadi guru, tapi di tempat lain,” ujarnya.
Rektor Marsudi menjelaskan, pada dasarnya profesor mempunyai tiga fungsi penting. Pertama, guru besar adalah orang yang mempunyai hak kebebasan dalam bidang akademik. Ia berhak mengembangkan ilmu pengetahuan. Kedua, profesor juga memanfaatkan ilmu yang dimilikinya untuk memberikan manfaat bagi masyarakat, tidak hanya untuk ditulis di jurnal tetapi juga untuk digunakan di masyarakat. Ketiga guru besar tersebut harus menjadi teladan bagi masyarakat.
Pada saat yang sama, Prof. Dalam orasi ilmiahnya “Peranan teknologi produksi dan otomasi dalam pengembangan pembangkit listrik energi baru dan terbarukan”, Dede Lia menyampaikan bahwa teknologi produksi dan otomasi memegang peranan yang sangat penting dalam pengembangan dan implementasi pembangkit listrik EBT, serta Upaya mencari sumber energi yang bersih dan berkelanjutan.
Ia juga menyampaikan potensi EBT di Indonesia sangat tinggi, namun pemanfaatannya hanya 0,3%. Kemajuan teknologi produksi dan otomasi telah membuka peluang untuk meningkatkan efisiensi dan kinerja pembangkit listrik EBT
Ada banyak tantangan yang harus dihadapi.
Beberapa tantangan pembangunan mencakup rendahnya efisiensi pembangkitan listrik, ketergantungan pada bahan baku yang mahal, ramah lingkungan dalam hal pembukaan lahan dan pembangunan infrastruktur, serta tingginya biaya investasi awal.
Terkait persoalan ini, ia menilai sangat penting peran pemerintah dalam mengembangkan kebijakan dan mengucurkan modal.
Pada saat yang sama, Prof. Dr. La Ode Mohammad Firman, ST. MT dalam orasi ilmiahnya yang bertajuk “Waste to Energy Management” dengan menggunakan konsep “green and zero waste” dan teknologi pengering, menyampaikan hal tersebut berupa energi terbarukan, waste to energy, energi surya dan biomassa. Serta tenaga air melimpah di seluruh kota bahkan di pedesaan.
Oleh karena itu, energi terbarukan dipandang penting dan bernilai tinggi dalam pengembangan dan penerapannya untuk mengurangi penggunaan bahan bakar konvensional.
Dalam sambutannya juga disampaikan bahwa pengembangan dan pemanfaatan peralatan pengelolaan sampah untuk menghasilkan sampah sebagai energi, termasuk berbagai jenis peralatan pengeringan dapat menjadi modal pengetahuan.
Oleh karena itu, semoga pada kajian dan MEP ke depan, dapat tercipta volume produksi di kawasan yang dinamakan Kajian Pengelolaan Sampah Mandiri dan Kawasan Industri Energi Terbarukan, ujarnya.