JAKARTA – Nilai tukar Rupee ditutup menguat 78 poin atau 0,49% menjadi Rp 15.862 per dolar pada perdagangan hari ini, setelah sebelumnya juga terdepresiasi.
Pengamat pasar mata uang Ibrahim Assuaibi mengatakan pelemahan rupee juga disebabkan oleh sentimen eksternal, seperti tanda-tanda kuatnya inflasi AS, meningkatnya ketidakpastian mengenai penurunan suku bunga di masa depan, sementara investor menunggu langkah stimulus lebih lanjut dari Tiongkok.
“Data inflasi CPI AS sesuai dengan ekspektasi Oktober, namun tetap mengindikasikan inflasi masih kuat,” tulis Ibrahim dalam risetnya, Kamis (14/11/2024).
Meskipun data tersebut masih memicu spekulasi kenaikan suku bunga oleh Federal Reserve pada bulan Desember, prospek suku bunga jangka panjang menjadi lebih tidak pasti, terutama dalam menghadapi potensi kebijakan inflasi di bawah pemerintahan Trump.
Pasar saat ini menunggu pidato dari Ketua Federal Reserve Jerome Powell untuk mendapatkan petunjuk lebih lanjut mengenai kebijakan moneter. The Fed memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin pada minggu lalu, menegaskan kembali pendekatan berbasis data untuk pelonggaran kebijakan di masa depan.
Langkah-langkah fiskal terbaru yang diambil Beijing mengecewakan, dengan pasar lokal mencatat beberapa kerugian karena investor menunggu langkah-langkah yang lebih tepat sasaran untuk mendukung belanja swasta dan pasar properti.
Bank Rakyat Tiongkok (PBOC) diperkirakan akan memutuskan suku bunga pinjaman acuannya pada minggu depan, meskipun para analis tidak yakin mengenai pemotongan lebih lanjut setelah bank sentral tersebut memangkas suku bunga lebih dari yang diharapkan pada bulan Oktober. Beijing diperkirakan akan menguraikan langkah-langkah stimulus lebih lanjut pada dua pertemuan kebijakan utama pada bulan Desember.
Sementara itu, para ekonom menilai dari dalam, rencana Presiden Prabowo Subianto mengubah kebijakan subsidi BBM menjadi bantuan langsung tunai (BLT) lebih tepat sasaran dan lebih baik. Beberapa indikator menunjukkan bahwa kebijakan tersebut layak untuk diterapkan di masa depan.
Dari sisi faktor, harga minyak mentah dunia saat ini sedang melemah dan berada di bawah asumsi APBN. Selain tekanan inflasi yang parah, impor minyak mentah dari Tiongkok mengalami penurunan akibat melemahnya perekonomian Tiongkok, yang mengakibatkan melimpahnya minyak mentah dunia.
Berdasarkan data di atas, mata uang rupiah diperkirakan akan mengalami volatilitas pada sesi berikutnya, namun ditutup melemah kembali pada kisaran Rp15.850 – 15.950 per dolar AS.