JAKARTA – Pertumbuhan populasi manusia di dunia memerlukan ketersediaan pangan dan energi. Indonesia sebagai produsen minyak sawit terbesar di dunia mempunyai peran strategis dalam mendukung ketersediaan pangan dan energi.
“Dalam konteks Indonesia, kelapa sawit merupakan komoditas strategis yang akan mendukung bangsa kita mencapai kemandirian pangan dan energi,” kata Presiden Rumah Kelapa Sawit Indonesia (RSI) Jenderal Kacuk Sumarto dalam keterangan pers di Jakarta, Minggu. (17/11/2024).
Dikatakannya, populasi manusia dunia diperkirakan meningkat menjadi sekitar 8,5 miliar jiwa (pada tahun 2030) dari sekitar 8,2 miliar jiwa (pada tahun 2024). Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperkirakan akan ada 10 miliar orang (pada tahun 2080).
“Tentu saja hal ini juga akan menyebabkan peningkatan kebutuhan pangan dan energi. Sementara itu, daya dukung tanah semakin berkurang akibat eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan, penggunaan pupuk kimia secara sembarangan, dan perubahan iklim.
“Rasio ketersediaan pangan menurun dan harga pangan meningkat,” ujarnya.
Pertambahan jumlah penduduk ini juga akan berdampak pada peningkatan aktivitas manusia dan pada gilirannya kebutuhan energi akan meningkat. Sementara itu, ketersediaan energi dari dalam bumi semakin berkurang dan terbatas.
Oleh karena itu, pengembangan energi baru dan terbarukan merupakan sebuah keniscayaan. Selain itu, penggunaan bahan bakar fosil menyumbang emisi karbon yang sangat tinggi sehingga penggunaannya harus dibatasi, kata Kacuk.
Menurutnya, negara mutlak perlu merumuskan kebijakan kemandirian pangan dan energi yang tidak terganggu oleh situasi apa pun di dunia internasional.
“Jika melihat kondisi lahan yang ada, perkebunan kelapa sawit memiliki potensi paling besar dalam mendukung kedaulatan/kemandirian pangan dan energi. Hal ini mempertimbangkan dua hal utama, pertama: bahan pokok kelapa sawit dapat menghasilkan pangan dan energi yang meliputi wilayah seluas 16,8 juta hektar dan tersebar di seluruh tanah air, berpotensi untuk ditanami pangan dan energi,” ujarnya.
Dalam kajian RSI, Kacuk mengatakan, jika revitalisasi kelapa sawit terus dilakukan maka setidaknya akan ada satu juta hektare yang memungkinkan terjadinya interaksi produksi pangan dan energi. Apalagi jika bisa dikonsumsi secara lokal, akan menghemat banyak biaya logistik.
Bagaimana peran Indonesia dalam mencapai kemandirian pangan dan energi menjadi bahasan dalam seminar yang diselenggarakan RSI di Jakarta, Senin (18 November 2024). Seminar bertema “Mewujudkan dominasi pangan, energi, dan ekonomi melalui perkebunan kelapa sawit menuju Indonesia Emas 2045” menghadirkan pembicara dari perwakilan pemerintah dan pelaku usaha, antara lain Dida Gardera (Wakil Koordinator Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Perekonomian), Putu Juli . Ardika (Direktur Jenderal Pertanian Kementerian Perindustrian), Adi Praptono (Direktur Sawit dan Aneka Sawit Kementerian Pertanian), Prof. Agus Pakpahan (Pakar Pertanian dan Kehutanan/Rektor Universitas Ikopin), Muhammad Abdul Ghani ( Ketua PTPN Holding ) dan Eddy Abdurrachman (Presiden Organisasi Pengelola Dana Perkebunan).
Selain itu hadir juga pembicara Dr. Roesdiana Soeharto (Pakar Perdagangan Internasional/Konsultan RSI), Dr. Tungkot Sipayung (Direktur Eksekutif PASPI) dan Prof. Dr. Udin Hasanudin dan Bustanul Arifin (Guru Besar Universitas Lampung). Tokoh perkebunan dan sawit lainnya yang juga menjadi pembicara antara lain Sabri Basyah (RSI Sumut), Dr. Petrus Gunarso (Sustainability Specialist/Konsultan PT Transportation Gas Indonesia) dan Sahat Sinaga (Deputy General President DMSI). Selain seminar, RSI sebagai organisasi multilateral industri minyak dan sawit nasional akan menyelenggarakan Konferensi RSI Pertama pada Selasa, 19 November 2024.