JAKARTA – Pemerintahan Presiden Prabowo Sabianto mempunyai fokus dan visi yang kuat untuk kemandirian energi. Upaya ini dinilai layak mengingat industri hulu minyak dan gas (migas) nasional.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia berkomitmen memenuhi visi dan misi Presiden terkait kemandirian energi, salah satunya adalah memperkuat industri hulu migas. Sumber daya energi Indonesia diyakini masih banyak yang belum dioptimalkan.
Bahlil menekankan pentingnya upaya terobosan dan kerja keras untuk mewujudkan kemandirian energi melalui sektor hulu migas. SKK Migas merupakan perpanjangan tangan pemerintah yang memadukan B2B dengan KKKS yang diharapkan bersifat inklusif, responsif, dan mampu beradaptasi terhadap tantangan saat ini dan masa depan.
“Harapan saya industri hulu migas jelas menjadi salah satu sektor yang mendukung upaya konservasi energi, maka saya minta SKK Migas mengatur sistem yang mencegah hal tersebut. Jadi harus bisa merasakan energinya. Swasembada merupakan bagian dari program pemerintah ini,” ujarnya, dikutip Rabu (13/11/2024).
Ia juga menekankan pentingnya peningkatan kinerja sumur eksplorasi melalui intervensi teknis dan peningkatan investasi. Namun Bahlil berencana untuk menggunakan kembali sumur-sumur tua (idle) untuk memproduksi minyak dan gas lagi untuk kebutuhan dalam negeri.
Tidak ada jalan lain untuk mencapai kemandirian energi, kita harus memperbaiki sumur-sumur yang ingin kita gali dan yang sudah kita eksplorasi, ujarnya.
Sementara itu, praktisi dan pengamat energi Tambor Parlandingen mengatakan sektor hulu migas berperan penting dalam mencapai kemandirian energi dengan mendorong eksplorasi minyak dan gas bumi sebagai cadangan baru.
Tumbur menilai kemandirian energi harus dibarengi dengan peningkatan investasi di sektor hulu migas. Oleh karena itu, pemerintah harus membuka akses investasi yang menarik bagi investor untuk memasuki sektor hulu migas di Tanah Air.
“Kebutuhan bahan bakar fosil kita masih di atas 85%. Oleh karena itu, investasi hulu migas masih sangat penting karena belum ada cara lain untuk meningkatkan mengangkatnya. Kita punya sumber daya yang sangat menarik, faktor non-sumber daya seperti birokrasi dan lain-lain harus didukung. .” kata Kayu.
Untuk menciptakan lingkungan investasi yang menarik investor, lanjut Tambor, kementerian dan lembaga juga harus berkolaborasi dan membuat kebijakan yang pro industri. Ia berharap ke depan tidak ada lagi aturan yang tumpang tindih.
“Sekarang dengan pemerintahan baru, kami melihat dan menghitung ulang betapa menariknya investasi migas di Indonesia. Kita bisa menunggu enam bulan ke depan untuk melihat bagaimana sikap pemerintah,” ujarnya.
Selain itu, Tumbur menyoroti permasalahan transisi energi, dimana pemberdayaan energi baru terbarukan (EBT) masih sangat sulit. Sementara kebutuhan energi masih perlu dipenuhi. Oleh karena itu, energi fosil seperti minyak dan gas masih sangat relevan untuk memenuhi kebutuhan energi saat ini.
“Energi terbarukan sebenarnya tidak begitu manis. Banyak negara yang ingin menerapkannya, tapi pada akhirnya kembali menggunakan energi fosil. Jadi ini peluang kita mencari cara lain untuk meningkatkan kapasitas migas dalam negeri. Tidak. Menarik investor,” dia menyimpulkan.