JAKARTA – Program pemagangan di Jepang membantu program pengurangan pengangguran di Indonesia. Bagi yang berminat magang di negeri Sakura, diperlukan penguasaan bahasa Jepang yang baik.

Direktur Jenderal Pendidikan Kejuruan dan Pengembangan Produktivitas (Binalavotas) Kementerian Ketenagakerjaan Agung Nur Rohmat mengatakan, calon peserta pelatihan harus memiliki sertifikat kemampuan bahasa Jepang minimal N5.

“Itulah sebabnya banyak persyaratan magang di Jepang yang minimal harus menguasai teknis yang dibuktikan dengan sertifikat kompetensi,” ujarnya di sela-sela Lokakarya Nasional Asosiasi Penyelenggara Penerimaan Mahasiswa Baru Luar Negeri (AP2LN) di Jakarta, yang diumumkan Selasa (10/1). 12).

Sebelum berangkat, calon peserta pelatihan harus mengikuti pelatihan untuk meningkatkan keterampilan teknis dan mempelajari budaya Jepang. Persiapan untuk mencapai level ini membutuhkan waktu sekitar 3-4 bulan.

Keterampilan ini sangat penting, katanya, karena banyak peserta magang yang akan bekerja di sektor manufaktur, produksi, pertanian, peternakan, perhotelan, dan pariwisata.

Ia menjelaskan, pekerja magang di Jepang tidak menerima gaji, melainkan tunjangan. Pada tahun pertama, rata-rata uang saku adalah 100.000 yen atau sekitar Rp 10 juta. Jumlah ini meningkat setiap tahunnya, dengan kenaikan sebesar 10.000 yen setiap tahunnya.

Dikatakannya, program magang di Jepang memberikan kesempatan bagi alumni untuk berkembang lebih jauh, baik sebagai wirausaha, manajer di perusahaan Jepang, maupun sebagai pekerja migran terampil.

Bahkan ada alumni yang mengerjakan monorel DKI. Ada pula yang memiliki sawah luas dan membuka usaha sendiri. Ada juga yang melanjutkan ke universitas. Tentu saja kita serahkan pada mereka (kesempatan kerja setelah lulus). “Banyak yang berhasil dan itu merupakan hal yang baik,” ujarnya.

Agung mengatakan, program pemagangan di Jepang tidak hanya memberikan pengalaman kerja, namun juga merupakan investasi jangka panjang untuk menciptakan sumber daya manusia Indonesia yang lebih berkualitas dan berdaya saing global.

Dengan kuota pemagangan sebanyak 80.000 hingga 90.000 peserta, Jepang menunjukkan kepercayaan yang besar terhadap Indonesia karena melihat potensi besar peserta magang dari Indonesia.

Ia mengatakan, kedatangan imigran Indonesia mendapat respon yang baik dari pihak Jepang. Mereka dikenal mempunyai disiplin, budi pekerti yang baik, dan etos kerja yang tinggi. Sikap inilah yang menjadi salah satu alasan Jepang terus menambah kuota peserta magang Indonesia.

“Orang India adalah pekerja keras, tidak mudah mengeluh dan mempunyai sopan santun.” “Dibandingkan negara lain, pandangan ini menjadi nilai tambah,” ujarnya.

Ketua Umum AP2LN Firman Budianto mengatakan, pihaknya berkomitmen memberikan pelayanan terbaik bagi pekerja magang Indonesia yang akan berangkat ke Jepang.

Menurut Budi, untuk bisa magang di Jepang, Anda tidak hanya harus menguasai bahasanya saja, tapi juga memiliki skill yang sesuai dengan bidang yang ingin digeluti.

“Kami bekerja sama dengan Balai Pelatihan Kerja -BLK- untuk peserta pelatihan profesional,” ujarnya.

Budi mengatakan, asosiasi juga memantau pekerja magang. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan selama proses pemagangan di Jepang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *