JAKARTA – Presiden terpilih Amerika Serikat (AS) Donald Trump baru-baru ini mengeluarkan ancaman kepada negara-negara BRICS untuk mengenakan tarif 100% terhadap barang-barang yang masuk ke negaranya jika mereka melanjutkan agenda de-currency.
“Mereka akan menghadapi tarif 100% dan harus bersiap untuk mengucapkan selamat tinggal pada penjualan terhadap perekonomian Amerika yang luar biasa,” Trump baru-baru ini menekankan melalui platform Truth Social.
Menyusul ancaman Trump, salah satu negara BRICS, yang merupakan sekutu dekat AS, menarik agenda demonetisasinya. Negara anggota mengabaikan inisiatif tersebut karena membutuhkan dolar AS untuk meningkatkan perekonomiannya. Tanpa dolar AS, produk domestik bruto (PDB) suatu negara bisa menyusut dan tidak lagi menjadi tantangan bagi negara maju.
Anggota BRICS, India, setelah meninggalkan ancaman Trump mengenai tarif 100%, telah menegaskan bahwa mereka tidak akan melanjutkan inisiatif dolarisasi, menurut ApapunGuru. Gubernur Reserve Bank of India (RBI) Shaktikanta Das mengatakan negaranya tidak akan meninggalkan dolar AS. Dia menekankan bahwa India tidak memiliki rencana untuk melakukan dedolarisasi dan belum ada keputusan yang diambil terkait hal ini.
“Tidak ada seorang pun yang berbicara atau berpikir untuk menyingkirkan dolar. Kami belum mengambil langkah apa pun untuk menyingkirkan dolar,” kata Das kepada Bloomberg setelah ancaman Trump tersebut. “Sebenarnya de-dolarisasi bukan tujuan kami dan tidak dalam pembahasan. Mata uang BRICS adalah gagasan yang diajukan oleh anggota dan sudah dibahas namun belum ada keputusan yang diambil,” tegasnya.
Gubernur RBI menambahkan, langkah pengurangan penggunaan dolar AS ini didasari oleh keinginan India untuk mengurangi risiko segala ketegangan guna menjaga keamanan perekonomian negara. “Kami ingin mengurangi risiko perdagangan karena ketergantungan pada satu mata uang terkadang bisa menjadi masalah karena apresiasi atau depresiasi,” jelasnya.
Dia menekankan bahwa upaya India difokuskan pada pengurangan risiko perdagangan. Berbeda dengan Eurozone yang memiliki kedekatan geografis, sebaran geografis negara-negara tersebut juga harus diperhitungkan, ujarnya.