JAKARTA – Kementerian Perhubungan sedang memperdebatkan apakah teknologi pengereman ABS (Anti-lock Braking System) sebaiknya digunakan pada sepeda motor. Perbincangan tersebut muncul karena tingginya angka kecelakaan sepeda motor di Indonesia.
Teknologi ABS membantu pengemudi terhindar dari kecelakaan akibat ban terkunci atau tergelincir saat pengereman keras. Dengan demikian, pengemudi dapat menghindari kendaraan yang mengerem secara tiba-tiba.
Menanggapi sambutan tersebut, Executive Vice President PT Astra Honda Motor (AHM) Thomas Wijaya mengatakan, penggunaan teknologi canggih pada sepeda motor harus dilihat dari berbagai sudut, termasuk dari segi biaya.
“Kalau bicara teknologi sepeda motor, kita harus melihat secara menyeluruh berbagai faktor dan aspek,” kata Thomas baru-baru ini di Cikarang, Jawa Barat, “jadi yang kita pakai adalah jarak jauh, bukan kecepatan yang terlalu tinggi.”
Thomas juga menilai infrastruktur di Indonesia tidak sama standarnya sehingga teknologi ABS tidak berfungsi dengan baik. Jadi ada banyak faktor yang dipertimbangkan produsen saat menerapkan suatu teknologi.
Lalu ada infrastruktur jalan, ada yang bagus, sangat bagus, ada juga yang masih kurang bagus. Jadi sangat tergantung perilaku konsumen, infrastruktur, dan jarak yang ditempuh, ujarnya.
Meski demikian, Thomas mengamini bahwa teknologi ABS merupakan fitur keselamatan terbaik pada sepeda motor. Namun penggunaan mesin yang tidak sesuai seperti ukuran mesin yang rendah akan memberikan efek yang lebih kecil.
Sesuaikan, sesuaikan dengan kondisi, tidak ada kecepatan tinggi, tidak ada kecepatan tinggi di atas 100 km/jam atau 200 km/jam, kita pun tidak ada di pintu tol, ”ujarnya.
Irjen Paul Ann Suhanan dari Korps Lalu Lintas Kepolisian Negara (Kakorlandas) mengatakan angka kecelakaan sepeda motor di Indonesia tahun ini sangat tinggi. Oleh karena itu, polisi meminta pabrikan menerapkan pengereman ABS untuk meningkatkan keselamatan berkendara.